Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dunia Pendidikan di Kota Batam Tercoreng

Tak Mampu Bayar Pungli, 7 Anak Miskin di Kota Batam Putus Sekolah
Oleh : Irwan Hirzal
Sabtu | 21-07-2018 | 09:16 WIB

BATAMTODAY.COM, Batam - Dunia pendidikan di Kota Batam tercoreng. Dunia pendidikan yang diharapkan bisa menciptakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, masih sangat sulit untuk terwujud. Bahkan, untuk mewujudkan wajib belajar 12 tahun pun masih belum tercapai.

Buktinya, masih ditemukan tujuh anak miskin putus sekolah lantaran tak memiliki uang untuk membayar pungutan liar (Pungli) yang dimintai oknum dari sekolah yang hendak mereka tuju. Memang tak begitu banyak, hanya Rp1,5 - Rp2,5 juta per orang.

Tetapi di tengah himpitan ekonomi, tak bisa dipenuhi orangtua anak miskin itu. Putus sekolah, menjadi pilihan pahit bagi 7 anak si miskin itu.

Temuan adanya tujuh anak putus sekolah lantaran tak punya uang untuk membayar Pungli, terungkap saat anggota DPRD Batam melakukan reses di Kampung Belimbing, Sungai Panas, Batam Kota, Kamis (19/7/2018).

Lima di antaranya anak sekolah di bangku kelas 5 dan 6 SD. Terpaksa harus putus sekolah saat sekolah lama yang mereka banggakan gulung tikar, karena tak mengantongi izin. Sedangkan dua lainnya merupakan anak pindahan untuk jenjang SMP dan SMA, pun bernasib sama.

Kisah tujuh anak itu diungkap setelah DPRD Kota Batam menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada Jumat (20/7/2018). Oknum Komite di sekolah yang akan mereka tuju memintai uang Rp1,5-2,5 juta agar bisa diterima sebagai peserta didik.

Permintaan oknum komite itu tak bisa dipenuhi, karena memang orangtua anak tersebut kurang mampu alias miskin.

"Ada yang SD, SMP dan masuk SMA. Daftar melalui online, tetapi tidak lulus, akhirnya komite minta uang. Karena orangtua tidak mampu, anaknya tidak masuk sampai sekarang. Ini ketahuan setelah Pak Udin dan Pak Ruslan melakukan reses," ujar Ketua RW 05 Kampung Harapan Swadaya, usai menggelar RDP di Komisi IV DPRD Batam.

Sekretaris Komisi IV DPRD Batam, Udin P Sihaloho, menyampaikan RDP bersama warga dan Dinas Pendidikan Batam itu mencari solusi terbaik. Di mana, masa depan ke-7 anak itu perlu dipikirkan agar tetap bisa sekolah tanpa adanya Pungli.

"Anak-anak ini adalah pindahan dari sekolah yang tutup, mereka korban. Tadi kami sudah sepakat dengan Disdik Batam bagaimana anak-anak ini bisa diakomodir, tanpa dipungut biaya dan bisa melanjutkan sekolah. Tergantung Disdik mau ditempatkan di mana. Kami hanya berharap mereka bisa melanjutkan wajib belajar, sesuai UUD," kata Udin.

Politisi PDI Perjuangan yang sangat konsen dengan dunia pendidikan di Batam itu mengaku sangat miris mengetahui anak putus sekolah karena adanya pungutan tidak jelas. Ia juga menilai, dunia pendidikan di Batam sudah berorientasi bisnis.

"Bukan tahun ini saja, bahkan sudah 10 tahun yang lalu. Saya hampir setiap tahun menyuarakannya, tetapi tak juga ada perubahan. Tahun ini, Polisi berhasil mengusut adanya Pungli PPDB dan kita berharap itu diusut sampai tuntas, demi dunia pendidikan yang lebih baik kedepannya," ungkap Udin.

Dikatakan Udin, Komisi IV DPRD Batam berharap Disdik memiliki solusi agar ke-7 anak itu bisa sekolah tanpa adanya Pungli. "Anak-anak itu harus sekolah," tegasnya.

Kabid Pendidikan Dasar, Disdik Batam, Fadilah mengaku akan menfasilitasi tujuh anak yang putus sekolah tersebut. Pihaknya akan mecari sekolah yang memiliki daya tampung memadai dan dekat dengan tempat tinggal mereka.

Ia mengaku dalam waktu dekat akan memanggil sekolah yang melakukan pungutan kepada tujuh siswa tersebut. "Soal pengutan saya akan panggil Kepala Sekolah, itu tidak dibenarkan, itu tak betul. Seseui prosedur tidak ada pungutan saat siswa pindah sekolah. Biasa pindahan daftar sekolah, paling kalau tidak punya baju, harus beli, agar bajunya seragam," pungkasnya.

Editor: Gokli