Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belajar dari Kasus Remaja Penghina Presiden
Oleh : Redaksi
Sabtu | 09-06-2018 | 12:23 WIB
ilustrasi-hate-speech1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi ujaran kebencian. (Foto: Tribun)

Oleh Dodik Prasetyo

BARU-BARU ini tersiar kabar seorang remaja berusia 16 tahun membuat video berisi ujaran kebencian yang ditujukan kepada presiden RI. Remaja berinisial RJ yang saat ini tengah duduk di bangku SMA tersebut memaki presiden Jokowi di dalam videonya. Tak hanya itu, dalam video tersebut juga disertai ancaman pembunuhan.

Setelah diselidiki lebih jauh dan ditemukan. Pelaku mengaku bahwa ia tidak benar-benar ingin melaksanakan pembunuhan. Hinaannya tersebut juga hanya sebagai bercandaan dan juga menjawab tantangan dari teman-temannya.

Dalam kata-kata kasarnya ia pun mengancam presiden. Kemudian ia juga menantang untuk menemuinya dalam kurun waktu 24 jam. Ternyata bukan hal yang sulit bagi polisi untuk menemukannya. Ia akhirnya ditangkap pihak berwajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Meski begitu, polisi masih menyelidiki kasus ini dan belum menahan pelaku. Menurut keterangan dari Argo Yuwono, selaku Kabid Humas Polda Metro Jaya, pihaknya saat ini belum menetapkan untuk menahan RJ. Namun saat ini remaja tersebut tengah diamankan dan berada di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur.

Ditinjau dari asal mula kasus tersebut, pelaku berinisial RJ menjawab tantangan teman-temannya dengan memberanikan diri membuat video yang berisi hinaan terhadap presiden RI. RJ yang saat itu bertelanjang dada membawa pigura dan menunjuk foto presiden Jokowi serta mengeluarkan kata-kata kasar dan ancaman. Diakuinya video itu dibuat saat berada di sekolah.

Saat ini polisi tengah menyelidiki kasus ini. Pelaku sudah diinterograsi. Menyusul kemudian teman-temannya pun akan mendapatkan panggilan dari pihak berwajib sebagai saksi. Namun, saat ini pihak berwajib belum bisa memutuskan apa bentuk hukuman yang akan diterima oleh RJ.

Sebenarnya untuk kasus seperti RJ, polisi biasanya menjerat pelaku dengan UU IT dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara. Namun, kasus ini berbeda karena RJ masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur. Menjawab hal terseut, Kombes Argo Yuwono selaku kabid humas polda metro jaya mengatakan pihaknya akan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan undang-undang yang mengatur sistem peradilan anak.

Dalam sistem peradilan anak, bisa saja kasus diselesaikan melalui diversi atau penyelesaian di luar pengadilan. Syaratnya adalah ancaman hukumannya di bawah 7 tahun penjara dan bukan pengulangan tindak pidana. Dalam kasus RJ ini dirinya baru pertama kali melakukan hal tersebut dan ancaman hukumannya kurang dari 7 tahun.

Namun, meski begitu pihak kepolisian sudah mengirimkan berkas kasus ini ke kejaksaan. Sampai saat ini kasus masih tetap dalam proses penyidikan. Jika pihak polisi masih belum memutuskan perkara ini, lain halnya dengan pihak sekolah. RJ resmi mendapat sanksi berupa pengeluaran dari sekolahnya. Remaja SMA tersebut mengaku menyesal dan mengatakan bahwa tindakan tidak bermaksud untuk menghina presiden.

Karena pelaku masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur, kasus ini juga mendapatkan sorotan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI mendorong agar penyelesaian kasus bisa lewat jalur diluar peradilan pidana. Seperti yang dikatakan oleh komisioner KPAI Putu Elvina, bahwa perlu dipahami motif anak melakukan tindakan tersebut.

Menurutnya, di usia tersebut anak rentan dipengaruhi pendapat dari teman-temannya sehingga melakukan hal-hal yang memiliki sifat tantangan atau pun uji nyali meski risikonya tidak dipikirkan secara matang.

Tindakan remaja yang membuat heboh publik lewat videonya yang menghina presiden tersebut juga turut dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Kasus ini perlu dijadikan sebagai pelajaran agar anak-anak perlu dibimbing lagi untuk berbicara secara sopan. Apabila ada pendapat, hendaknya dikatakan dengan bijak, bukan dengan kata-kata kasar.

Remaja perlu mendapatkan bimbingan dari orang dewasa, terutama keluarga. Edukasi tersebut mencakup perilaku yang baik di tengah masyarakat. Menghina seseorang terutama di depan publik tentu tidak bisa dibenarkan. Apalagi disertai ancaman. Dan yang dihina juga merupakan seorang yang saat ini menjabat sebagai kepala negara republik Indonesia.

Meski penghinaan tersebut dilakukan lewat video. Tapi efeknya sama saja bahkan lebih heboh karena dapat tersebar luas tanpa terkrndali. Sosial media kini sudah menjadi kebutuhan bagi setiap orang. Tak heran jika berita-berita dari sosial media cepat sekali tersebar.

Sebelum ini juga ada beberapa kasus orang yang menghina presiden dan berhasil dilacak keberadaannya kemudian ditangkap oleh pihak berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya yang membuat konten-konten negatif berisi kebencian terhadap pemerintah, terutama ditujukan pada presiden RI.

Seperi halnya yang dikatakan Jokowi terkait kasus video yang menghina dirinya. Jokowi mengingatkan tentang bahayanya media sosial. Meski saat ini media sosial penting bagi banyak orang untuk saling terhubung satu sama lain, tapi jika tidak digunakan secara bijak media sosial justru bisa berakibat negatif.

Ada banyak konten-konten yang berisi ujaran kebencian dan bisa cepat viral melalui media sosial. Padahal undang-undang ITE telah jelas dan sudah diatur di Indonesia. Meski hanya di ranah media sosial, seseorang tetap harus menyadari apa yang ia perbuat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kita tentu tahu bahwa negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang bebas bagi siapa pun untuk mengeluarkan pendapat. Tapi, cara dalam mengeluarkan pendapat itu yang terkadang salah. Kita boleh saja memberikan pendapat kita akan suatu hal demi kemajuan bangsa, tapi pendapat itu haruslah pendapat yang bertanggung jawab. Dilakukan dengan cara yang santun. Karena dalam berpendapat tentunya kita ingin agar bisa mencapai solusi, bukan malah menambah masalah baru lagi.

Setiap masyarakat harusnya sadar, negara ini bukan hanya milik pemerintah. Tapi milik semua rakyat yang tinggal di dalamnya. Jadi, kita tidak hanya membebankan kesemuanya pada pemerintah, lalu mengkritik kebijakan-kebijakannya tanpa tahu permasalahan yang sebenarnya tidak sedangkal yang kita pikirkan. Jika kita memang memiliki pendapat yang berbeda, mengeluarkan pendapat secara elegant dan santun justru akan lebih mudah di dengar.

Selama ini pemerintah Pastilah memiliki cara-cara yang ditempuh agar bisa mensejahterakan rakyat. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut ada kalanya tidak sesuai atau pun masih banyak yang perlu diperbaiki. Tugas kita sebagai rakyat untuk tetap mendukung dan mengawal pemerintah di dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

Menghina siapa pun di sosial media bukanlah tindakan yang dibenarkan. Terlebih jika yang dihina adalah presiden republik Indonesia. Bagaimana pun juga kita perlu menghormati presiden sebagai pemimpin negara. Menghina presiden juga artinya menghina negara. Karena presiden dipilih secara sah oleh rakyat Indonesia.

Indonesia sebagai negara demokrasi tentunya membuka diri untuk mendengarkan pendapat rakyatnya. Jika ada yang kurang berkenan, sebaiknya mulai sekarang biasakan untuk berpendapat secara santun.

Melontarkan pendapat secara bijak dan tanpa dibarengi dengan emosi sebenarnya juga akan mencerminkan pribadi kita sebagai bangsa yang bermartabat. Sebagai putra bangsa, maka sudah saatnya kita meredam konflik agar tercipta kehidupan yang rukun dan damai di bumi Indonesia. Publik juga berharap agar kasus penghinaan presiden ini menjadi yang terakhir. *

Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)