Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polres Tanjungpinang Dipraperadilkan

Edward Arfa Tuding Penyidik Polres Tanjungpinang Tak Profesional
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 24-05-2018 | 20:04 WIB
prapid-lewa.jpg Honda-Batam
Sidang perdana praperadilan tersangka dugaan tambang bauksit ilegal melawan Polres Tanjungpinang. (Foto: Roland Aritonang)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kuasa hukum pemohon praperadilan, Edward Arfa, kembali menuding penyidik Polres Tanjungpinang tidak profesional dalam menyidik kasus tambang bauksit ilegal yang dituduhkan terhadap kliennya, Wiharto alias Liwa (pemohon).

Hal itu disampaikan dalam dalil-dalil permohonan praperadilan yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (24/5/2018). Bahkan, tim kuasa hukum pemohon juga menilai penetapan tersangka terhadap kliennya prematur dan cacat hukum.

Edward Arfa membeberkan sejumlah fakta ketidakprofesionalan dan pelanggaran hukum, SOP serta pelanggaran Peraturan Kapolri oleh penyidik Polres Tanjungpinang terhadap penahanan, penangkapan dan penetapan tersangka Wiharto alias Liwa.

"Yang pertama, proses penyidikanya kami anggap cacat hukum dan tidak sah, karena bertentangan dengan aturan yang berlaku dalam penegakan hukum pidana, serta SOP dan kode etik penyidik Polri sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kapolri," kata Edward Arfa.

Dalam penyidikan, tambah Edward, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polisi terhadap tersangka, banyak pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dan diputar-putar tehadap pemohon, khusunya terkait penandatangan bilyet giro (BG) perusahan.

"Itu saja yang ditanyakanyakan terus. Selain itu, dalam melakukan penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka terhadap pemohon, alat bukti kepolisian juga tidak jelas atas pasal yang disangkakan. Apa peranan dari pemohon Wiharto ini hingga ditetapkan sebagai tersangka," ungkapnya.

Demikian juga pasal yang disangkakan juga tidak jelas atas kejahatan apa yang dilakukan pemohon, apakah karena turut serta turut membantu atau apa, juga tidak jelas.

"Dalam BAP pemohon, juga tidak jelas perbuatan melawan hukum apa yang disangkakan terhadap pemohon. Cuma mengenai penandatangan check giro pengeluaran dana dari rekening perusahaan," katanya.

Padahal, tambahnya, dalam pemeriksaanya, termohon sudah menyatakan tidak tahu sama sekali adanya perjanjian penjualan bauksit antara PT Simindo dengan PT AIPP yang dilakukan melalui transfer dana ke rekening PT Lobindo.

"Jadi alat bukti dan unsur perbuatan melawan hukumnya tidak jelas. Karena pemohon (Wiharto) disuruh menandatagani giro rekening perusahaan atas permintaan direktur perusahanya saat itu," ujar Edward.

Demikian juga dengan perlakuan penyidik terhadap pemeriksaan pemohon, yang pada saat diperiksa sebagai saksi, Polisi melakukan penekanan verbal dengan cara memeriksa pemohon dari jam 10.00 pagi sampai jam 04.00 pagi dini hari.

"Ini jelas-jelas pelanggarn HAM, dan mengabaikan hak azasi manusia, demikian juga SOP serta kode etik penyidik sebagai mana Partuan Kapolri," jelasnya.

Dalam penagkapan pemohon juga, tambah Eward Wrfa, ada perlakukan yang berlebihan, melalui penggerebekan, pengawalan secara ketat hingga sampai membuat keluarga termohon trauma, seolah-olah pemohon yang merupakan Komisaris PT Lobindo ini seorang teroris.

"Sebagai penyidik yang profesional, harusnya Polisi menjelaskan secara jelas dan terang, melalui dua alat bukti yang cukup untuk menangkap dan menahan serta mentersangkakan orang, hingga tidak menonjolkan arogansi," kata dia.

Dan atas prilaku penyidikan yang arogan dan berlebihan yang dilakukan Polisi pada pemohon ini, kata Edward, secara otomatis menjadikan penyidikan, penangkapan, dan penahanan serta penetapan tersangka pemohon keliru dan perlu diuji di pengadilan oleh hakim.

Terkait dengan pelimpahan berkas perkara pokok pemohon ke Pengadilan oleh Jaksa, Edward Arfa juga mengatakana, menjadi pertanyaan pada pemohon, apakah hal itu disengaja untuk menutupi ketidak profesionalan penyidikan dalam melakukan penangkapan, penahan dan penetpan tersangka, hingga diburu seolah-olah kasus ini seperti kasus teroris.

"Seakan-akan sekarang ini, kasus ini seperti perkara Khusus (Extra ordinari craiem) berburu cepat seperti berburu teroris. Dan atas hal itu timbul pertanyaan, apakah hal ini sengaja dilakukan untuk menggugurkan praperadilan yang dimohonkan?" katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum termohon Polri, Polda dan Polres Tanjungpinang Kepala Bidang Hukum Polda Kepri Kombes Pol Totok Wibowo mengatakan, akan menanggapai gugata permohonan pemohon praperadilan pada jawaban pihak termohon besok, Kamis,(24/5/2018).

"Ini baru terhitung sidang pertama, kita akan menjawab besok," ujarnya.

Disingung dengan ketidak hadiri Polri pada sidang sebelumny, Totok Wibowo beralasan, hal tersebut sah-sah saja karena alasan Polisi punya kesibukan lain hingga tidak bisa menghadiri sidang pertama.

"Hal itu juga diatur hukum, apabila ada pihak yang tidak hadir, pihak pegadilan pun pasti akan menunda, karena kebetulan juga kami punya kegiatan hingga tidak bisa hadir pada saat itum," kata Totok.

Mengenai adanya surat Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang yang dikirimkan ke pengadilan meminta penudaan sidang yang tidak mengatasnamakan Kapolres atau Pimpinan Polda sebagai termohon, Totok mengatakan, kalau hal tersebu tidak masalah dan sudah disepakati bahwa surat tersebut sah hingga perhitungan praperadilan mulai dilaksanakan pada hari pertama saat dihadiri.

Editor: Gokli