Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Dugaan Tambang Bauksit Ilegal

Ternyata, Majelis Hakim PN Tanjungpinang dan JPU Tak Tahu Ada Perpres Tambang serta Fungsi IUPK
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 16-05-2018 | 10:02 WIB
majelis-hakim.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Majleis Hakim PN Tanjungpinang, Iriaty Khairul Ummah, saat bediskusi dengan anggota pada sidang pertambangan bauksit ilegal PT AIPP (Foto: Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Dugaan adanya permainan serta pesanan dalam kasus pertambangan bauksit yang menjerat Direktur PT Alam Indah Purnama Panjang (AIPP), Weidra alias Awe, oleh oknum penegak hukum di Tanjungpinang semakin nyata.

Selain Kepala Dinas Pertambangan dan ESDM serta Kepala Dinas Promosi dan PTS Kepri menyatakan terdakwa Weidra selaku Direktur PT AIPP sebelumnya sudah mengurus dan memiliki izin IUPK pengangkutan dan penjulan stockfile tambang bauksitnya, namun majelis hakim PN Tanjungpinang, Iriaty Khairul Ummah, Jhonson Sirait dan Henda Karmila Dewi yang menyidangkan perkara dugaan pertambangan ilegal ini, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang melakukan penuntutan, tidak mengetahui adanya Peraturan Presiden nomor 1 tahuan 2017 tentang perubahan ke-4 atas Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

Demikian juga dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Maineral (ESDM) nomor 5 tahun 2017 tentang peningkatan nilai tambang mineral melalui kegiatan pengelolaan dan pemurnian mineral dalam negeri.

"Jadi, walau IUP-nya sudah mati, bisa mengangkut dan menjual bauksit, apa aturannya?" ujar Iriaty bertanya dengan serius kepada Kepala Dinas Pertambangan dan ESDM Provinsi Kepri, Amjon, di PN Tanjungpinang, Selasa (15/5/2018).

Atas pertanyaan ketua majelis hakim, Amjon menjelaskan, jika Perpres tersebut dikeluarkan 1 Januari 2017 dan Permen ESDM tersebut dikeluarkan pada Februari 2017.

Hakim Iriati kembali bertanya, apakah Perpres Moratorium tambang yang sebelumnya dikeluarkan Presiden tidak berlaku lagi, dan apakah dalam pengurusan IUPK tambang PT AIPP sudah membayar pajak?

Lagi-lagi Amjon menjelaskan, jika Perpres moratorium tambang tersebut sudah tidak berlaku dan dalam pengurusan IUPK pemerintah tidak melakukan pungutan.



Dan yang paling "konyol" lagi adalah, pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dani Daulai, yang mempertanyakan apakah PT AIPP telah membayar retribusi dan pajak royalty setelah IUPK diperoleh dan stockfile bauksitnya diangkat?

Mendengar pertanyaan itu, dengan santai Amjon menjawab, jika hal tersebut bukan merupakan kewenanganya, kerena sudah menyangkut lembaga lintas sektoral, seperti adanya sounding jumlah dan tonase ke Scofindo, pengeluaran manifest barang setelah pembayaran retribusi dan royalti melalui Bea dan Cukai serta Izin Berlayar kapal pengangkut bauksit dari Syabandar.

Atas pertanyaan jaksa tersebut, kuasa hukum terdakwa Weindra juga sempat menyela dan mempertanyakan apakah hal tersebut tanggung jawab dan kewenangan saksi? yang dijawab Amjon, jika hal itu bukan kewenanganya.

"Sementara kan, bauksi baru dipindahkan PT AIPP dari stockfail ke tongkang. Kapal belum berangkat, barang belum disounding, tapi sudah digerebek Polisi. bagaimana mau melaporkan dan membayar pajaknya," kata kuasa hukum terdakwa.

Sedangkan mengenai dugaan adanya transaksi dana dari PT Syimindo Tirta Kimia Bandung Jawa Barat ke PT AIPP melalaui PT Lobindo Nusa Persada, dikatakan Amjon, dirinya tidak mengetahui, siapa penjual dan siapa pembeli.

"Saya tidak tahu itu, siapa penjual dan siapa pembeli," ujarnya.

Kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum, Amjon mengulangi, secara aturan perusahaan pemilik stockfile dapat melakukan pengangkutan dan penjualan pada perusahaan yang memiliki WIUP dan IUP OP antarkota dengan izin IUPK. Sedangkan pengangkutan dan penjualan antarprovinsi dapat dilakukan setelah perusahan tersebut memperoleh IUPK dari Dirjen Pertambangan Kementeriaan ESDM.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dhani Daulai mendakwa terdakwa Weidra alias Awe dengan pasal berlapis dengan Pasal 158 dan Pasal 161 UU RI no 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.

Terdakwa Waidra alias Awe selaku Direktur PT AIPP sebelumnya ditetapkan Satreskrim Polres Tanjungpinang sebagai tersangka bersama Direktur PT Labindo Nusa Persada Hendrisen, serta Komisaris PT Labindo Wiarso alias Liwa sebagai tersangka dalam dugaan pertambangan ilegal tersebut.

Penetapan tiga tersangka dalam dugaan pertambangan ilegal itu, diawali dari rencana penjualan Stockfile bauksit milik PT AIPP di Tanjungmoco oleh Weidra alias Awe ke PT Syimindo Tirta Kimia Bandung Jawa Barat.

Namun karena Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT AIPP masa berlakunya habis dan PT.Syimindo Tirta Kimia Bandung tidak memiliki IUP/IUPK serta Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dalam melakukan kerja sama pembeliaan material tambang milik PT AIPP, hingga akhirnyan terdakwa Weindra alias Awe, melakukan MoU kerja sama penjualan bauksit miliknya dengan PT Lobindo Nusa Persada.

Karena dari pengakuan terdakwa Weidra alias Awe, perusahaannya selaku pemilik stockfile sisa penambangan sebelumnya sudah memiliki IUP dan PT Labindo Nusa Persada juga telah memiliki WIUP dan IUP-OP pertambangan dan pembangunan smelter untuk pemurnian bauksit.

Editor: Udin