Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Manfaat Kunjungan PM China
Oleh : Redaksi
Selasa | 08-05-2018 | 17:28 WIB
pm_china.jpg Honda-Batam
Perdana Menteri China Li Keqiang dan Presiden Jokowi. (Foto: Viva)

Oleh Alan Akim

INDONESIA menjadi negara yang dikunjungi Perdana Menteri China Li Keqiang yang akan dijadwalkan melakukan lawatan ke Indonesia pada 6-8 Mei 2018. Lawatan ini menurut Kementerian China merupakan atas undangan Presiden Joko Widodo sebagai sebuah kunjungan balasan.

Kedatangan itu harus disambut baik karena akan meningkatkan kerja sama strategis diantara dua negara. Indonesia bisa bersinergis dengan China untuk membagun kebangsaan yang kuat.

Kunjungan Li Keqiang adalah kunjungan kedua kalinya waktu menjabat wakil PM 2008. Kunjungan ini akan merencanakan tidak lanjut inisiatif Jalur Sutera dan Jalur Maritim Abad ke 21, One Belt and One Road (satu sabuk satu jalur) di Indonesia. Pokok pembahasan lain, adalah proyek pembagunan jaringan kereta api cepat Jakarta-Bandung kerjasama perdangangan China-Indonesia.

Hubungan kedua ini semakin mesra di bawa masa Jokowi. Hubungan kedua bukan karena kesamaan ideologis melainkan karena kepentingan ekonomi. Maka jangan kaitkan hubungan kedua karena dengan isu–isu SARA lain. Berbeda dengan masa SBY hubungan keduanya tidak jelas , SBY lebih banyak melakukan kerja sama dengan Barat.

Menurut Muradi seorang pengamat milter, Indonesia bisa memanfaatkan kerja sama yang baik , pasti Indonesia bisa memperoleh maanfaat yang besar. Maka kalau tidak yang terjadi sebaliknya.

Dengan hadirnya Perdana Menteri China menunjukan kedua negara punya keseriusan yang sama untuk membagun masa depan dua negara. Indonesia akan memperoleh manfaat yang besar terhadap kerja sama ini. Keduanya bisa saling memperkuat dalam semua lini khusus dibidang ekonomi.

Selama ini China memiliki teknologi dan produktivitas dalam Infrastruktur yang akan membawa manfaat bagi Indonesia. Hal ini akan sangat menunjang dalam pembagunan infrastruktur Indonesia yang tertinggal.

Jika keduanya bisa mengabungkan kedua potensi yang dimiliki akan saling memberikan manfaat yang sama. Khusus China yang mempunyai kelebihan produksi dan harga yang menarik. Dan tentu saja, hal tersebut harus dimanfaatkan oleh pemerintah untuk bisa saling menguntungkan.

Langkah-langkah pemerintah sudah tepat dalam membangun kerja sama dengan China, namun dengan catatan pemerintah harus mampu mengambil manfaat dari kerja sama. Pemerintah harus bekerja extra demi membagun Indonesia lebih baik.

Satu Sabuk Satu Jalur Sinergis Dengan Poros Maritim

Belakangan terakhir pertumbuhan ekonomi China relatif baik, dan China tetap diperhitungkan sebagai salah satu ekonomi global yang penting. Yang masih banyak melakukan investasi ke luar negeri. Bukan rahasia lagi bahwa China mempunyai program 3 program yakni, Jalur Maritim Abad ke 21, satu sabuk satu jalur (One Belt One Road) dan Infrastructure investment Bank (AHB).

Melalui jalur sutera maritim China banyak melakukan kerja sama dengan negara lain-lain selama punya kaitan dengan jalur sutra martim. Selain itu China mempunyai kebijakan sembilan garis putus (nine dash line) yang perlu untuk dibicarakan kembali.

Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah satu sabuk satu jalur (One Belt One Road) mempunyai sinergsitas dengan poros martim? Bagaimana dengan cita-cita Indonesia yang ingin jadi poros martim dunia, apakah tidak kontrakdiktif?

Jawabannya adalah satu sabuk satu jalur sangat memiliki kaitan erat dengan poros martim Indonesia. Dengan catatan Indonesia mau dan bisa memanfaatkan peluang yang sudah ada. Kedua, tidak ada yang kontradiktif, karena keduanya bisa saling memanfaatkan sehingga terjalin hubungan yang saling menguatkan. Tujuan dari poros itulah membagun kerja sama ekonomi yang kuat.

Sejak saat Jokowi mencalonkan sebagai presiden mempunyai visi poros maritim dunia. Ada 5 elemen penting yang harus terpenuhi , yaitu budaya maritim, infrastruktur maritim, sumber daya maritim, dipolmasi maritim, dan pertahanan maritim.

Dalam konteks gagasan poros martim dunia memiliki kesamaan dengan misi jalur sutra laut yang dicanangkan Tiongkok. Dalam konteks ini, Indonesia dapat memanfaatkan komitmen Tiongkok untuk memberikan bantuan /kontribusi terhadap pembagunan Indonesia untuk membagun infrastruktur dan sumber daya yang mendukung di antara negara yang satu jalur dalam sutera laut.

Namun tetap bukan tanpa tantangan, ada resiko kecil yang harus ditanggung. Tetap ini masih jalan yang terbaik. Kekhawatiran sebagaian orang atas menguatnya pengaruh China mungkin sangat beralasan namun pijakan tidak kuat. Itu bisa terjadi jika tidak ada hubungan seimbang antara dua negara.

Saya yakin Presiden Jokowi mempunyai sikap yang tegas. Salah satunya dimana presiden pernah mengkritik kualitas bus buatan China dan pembangkit listrik tenaga uap yang dibagun para kontraktor dan teknisi dari China.

Pada titik ini, jalur sutera maritim mempunyai visi yang sama untuk membagun ekonomi yang kuat, dan semuanya kembali pada negara masing-masing untuk mengoptimalisasikannya.*

Pengamat Politik dan Hukum Tata Negara