Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Memberi Kepastian Hukum dan Melemahkan Perekonomian

15 Asosiasi Pengusaha di Kepri Surati Presiden Tolak KEK Batam
Oleh : Nando Sirait
Selasa | 08-05-2018 | 12:28 WIB
ftz-il.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi - Peta penerapan FTZ di Batam. (cekindo.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sebanyak 15 Asosiasi Pengusaha di Kepulauan Riau, menandatangani pernyataan untuk menolak perubahan kekhususan Batam dari status Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam pernyataan yang tertuang dalam surat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri NO: 39/KU/Kadin-Kepri/IV/2018 dengan perihal usulan dan tanggapan KEK Batam yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.

Ketua Kadin Kepri, Akhmad Makruf Maulana menjelaskan, dari 15 Asosiasi Pengusaha tersebut sebagian besar merupakan Asosiasi Pengusaha yang ada di Batam.

"Ke-15 Asosiasi yang menolak tersebut di antaranya Kadin Kepri, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, REI Batam, PHRI Batam, Forum Pengusaha Pribumi Indonesia (Forppi), INSA Batam, DPD Akklindo Kepri, Dekopinda Batam, BSOA, Gapeksindo, Asprindo, DPD Asita Kepri, Aexipindo, Organda Batam, dan HIPPI," urainya, saat dikonfirmasi BATAMTODAY.COM, Selasa (08/05/2018).

Menurutnya, dasar dari Asosiasi Pengusaha tersebut adalah kepastian hukum dalan pembentukan KEK. Di mana saat ini sesuai dengan PP No 46 tahun 2007 yang diperkuat dengan UU No 44 tahun 2007, Batam sudah ditetapkan menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang diberi Kekhususan dan berlaku selama 70 tahun.

Baca:

"Untuk FTZ aja sampai saat ini masih belum masuk ke masa expired, masa langsung mau diganti lagi. Ini yang kami tanyakan, bagaimana kepastian hukumnya. Jangan ganti Presiden ganti juga peraturannya. Ini perlu diingat, negara itu sudah memberikan prioritas kepada Batam dan baru berlangsung 15 tahun, lagi pula setiap investor yang kami ajak ke Batam itu taunya FTZ bukan KEK," lanjutnya.

Akhmad menegaskan, dalam hal ini pihak Kadin Kepri bukan dalan posisi dukung-mendukung. Melainkan meminta agar negara konsisten dalam memberikan kekhususan kepada Batam.

Sementara itu, Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Batam, Osman Hasyim juga menuturkan hal serupa, di mana kepastian hukum menjadi alasan utama. Para Asosiasi Pengusaha menolak status KEK Batam.

Ia sendiri menganggap adanya perubahan ini, merupakan langkah mundur karena akan menimbulkan kebingungan tidak hanya bagi pengusaha tetapi juga bagi masyarakat.

"Inti dari surat tersebut adalah masukkan kepada Presiden jangan salah mengambil keputusan, kita kan pelaku usaha, kita tahu dan sudah prediksi pasti akan menimbulkan kekacauan ekonomi. Terutama dengan pengusaha kecil menengah, produk-produk mereka akan mengalami stagnasi. Di mana harga akan mengalami kenaikan dan produk mereka tidak akan bersaing lagi di pasaran," tuturnya.

Selain itu, masalah lain yang akan terjadi adalah pada saat perubahan kelembagaan, di mana menurutnya saat ini Dewan Kawasan yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution terlihat terseok-seok dalam menjalankan peraturan.

"Seharusnya bukan merubah menjadi KEK, melainkan memperkuat FTZ dengan insentif lain yang didapat dari KEK. Karena Batam sangat complicated tidak seperti daerah lain, jika diubah menjadi KEK secara psikologis ini tidak baik bagi investor. Sebentar-sebentar berubah lagi aturannya, hanya menimbulkan kebingungan dan keraguan bagi investor," ucapnya.

Osman juga menambahkan sebelum KEK, Batam sudah mencoba beberapa kebijakan mulai dari Bonded Area, Bonded Ware House Area, FTZ, Enclove, dan saat ini akan dicoba dengan kekhususan baru yakni KEK.

Hal ini hanya akan menimbulkan kontraproduktif, dan hanya menimbulkan gejolak baru di saat FTZ sedang mengalami peningkatan.

"Masyarakat juga akan dibebani dengan PPN-PPNBN, dengan demikian akan meningkatkan harga yang bersifat konsumatif. Di tengah kondisi perekonomian masyarakat yang lemah saat ini, dan meningkatnya jumlah pengangguran," kata Osman.

Status pembagian zona untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), juga dianggap hanya akan menimbulkan tumpang-tindih.

Osman menegaskan apabila status KEK akan diterapkan maka harusnya ditetapkan secara menyeluruh. Status lahan dan adanya beberapa kawasan industri yang berada di kawasan pemukiman, akan kembali menimbulkan kebingungan dan keresahan bagi masyarakat.

"Gimana ceritanya nanti untuk industri kecil menengah yang berada di luar kawasan yang sudah ditunjuk untuk KEK, kita tidak hanya berbicara tentang industri besar tetapi juga industri jasa dan logistik yang semuanya ada di luar kawasan," tegasnya.

Editor: Gokli