Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Rokok FTZ, Masyarakat Bintan Hanya Dapat Asap dan Sampah!
Oleh : Harjo
Rabu | 25-04-2018 | 18:16 WIB
pekerja-pabrik-rokok.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ribuan pekerja yang bisa diserap dari produksi rokok (Sumber foto: Jambi Ekspres)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Sejak munculnya rokok khusus Free Trade Zone (FTZ) atau kawasan bebas serta Badan Pengelolaan Kawasan (BPK) selaku pemilik otoritas penuh untuk mengeluarkan kuotanya, masyarakat Bintan sejauh ini hanya mendapatkan asap dan sampahnya saja dari fasilitas FTZ non cukai tersebut.

Pasalnya, rokok berlabel fasilitas FTZ tersebut diproduksi di luar Kepri. Bahkan hanya sekitar 10 persen yang dikemas di Kepri. Sehingga rokok bebas bea tersebut didatangkan dengan kondisi sudah jadi untuk didistribusikan ke agen hingga tingkat pengecer di wilayah FTZ, yakni Batam, Bintan dan Karimun (BBK).

Wartawan BATAMTODAY.COM liputan Bintan, Harjo, memantau dari waktu ke waktu sejak beberapa tahun lalu. Penyebaran rokok non cukai yang hampir merata di Bintan dengan merek rokok FTZ itu, jumlahnya sudah mencapai puluhan. Hanya saja, dari semua merek rokok, hanya sekitar 10 persen yang diproduksi di wilayah FTZ BBK, itu pun hanya di Batam saja.

Sehingga keberadaan rokok FTZ itu sama sekali tidak sedikitpun berdampak terhadap kaum buruh atau pekerja yang hingga saat ini jumlahnya dari hari ke hari semakin meningkat. Kondisi itu diperparah karena ketergantungan terhadap 'rokok murah' tersebut yang menjadi 'candu' bagi kalangan pengangguran, hingga akhirnya berimbas pada tindak kriminalitas di Bintan ini.

Laksana 'jauh panggang dari api', itu lah ungkapan yang pantas atas keberadaan rokok dengan kuota yang dikeluarkan oleh BPK itu terhadap efek domino masyarakat Bintan. Bahkan, masyarakat hanya sebagai konsumen yang mendapatkan asap dan sampahnya saja.

Dengan diproduksinya rokok tersebut di luar Bintan atau Kepri, tidak akan memberikan dampak terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Padahal, sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam hal ini Kepala Daerah, untuk memikirkan bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya atas keberadaan rokok tersebut.



Mengingat, secara nyata BPK Bintan adalah pemegang otoritas untuk mengeluarkan kuota rokok FTZ itu. Maka sudah seharusnya dengan label otoritas pemegang kuota, perusahaan rokok yang saat ini memproduksi rokok khusus kawasan bebas tersebut di Pulau Jawa seperti Sidoarjo dan lainnya, bisa dialihkan agar memproduksinya di wilayah yang mengeluarkan kuota. Cukup lah bahan bakunya saja yang didatangkan dari luar Bintan atau Kepri.

Sehingga, keberadaan perusahaan tersebut bisa memberikan konstribusi terhadap masyarakat, setidaknya dari sisi penyerapan tenaga kerja guna menekan angka pengangguran yang semakin tinggi pada saat ini.

Seperti yang disampaikan oleh Penasehat Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kabupaten Bintan, Timbul Sianturi. Dia sedih melihat banyaknya beredar rokok FTZ di Bintan, namun tidak satu pun yang diproduksi di Bintan. Padahal, BPK FTZ Bintan memiliki kewenangan penuh memberikan kuota peredaran rokok FTZ dengan berbagai merek tersebut.

Terlepas dari adanya kepentingan apapun, sudah seharusnya masyarakat Bintan tidak hanya sebatas konsuemen yang hanya mendapatkan asap dan sampahnya saja, namun lebih dari itu, sudah saatnya keberadaan rokok FTZ memberikan dampak positif terhadap masyarakat..

Khusus di kalangan kaum buruh, harapan terciptanya peluang kerja dari keberadaan rokok FTZ tersebut sangat dirasakan. Jika perusahaan rokok memproduksinya di Bintan, maka masyarakat bisa meradakan dampaknya. Minimal tercipta peluang kerja atau perusahaan bisa menyerap tenaga kerja lokal.

Kabupaten Bintan hingga saat ini sangat aman dan kondusif, namun dengan semakin tingginya angka pengangguran serta tidak dimbangi dengan terciptanya peluang kerja, maka ke depan akan menjadi 'buah simalakama' bagi pemerintah daerah. Sebab otomatis angka kriminalitas akan meningkat. Semoga Kepala Daerah dan stakeholdernya segera memikirkannya guna terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Editor: Udin