Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Nelayan Tambelan, Antara Ancaman Asing dan Bayang-bayang Tengkulak
Oleh : Harjo
Senin | 23-04-2018 | 13:28 WIB
tambelan1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Keindahan laut di Tambelan. (Foto: Harjo)

Kehidupan nelayan di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, tampak sangat bahagia dan sejahtara dengan profesinya yang sudah turun temurun itu. Namun, siapa sangka di balik kebahagiaan itu ternyata ada ancaman dari nelayan asing dan bayang bayang-bayang para tengkulak.

Perjalanan menuju pulau terluar dan terjauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bintan itu harus menyeberangi lautan selama 9 jam. Itu kalau menggunakan kapal cepat.

Secara kasat mata, terpancar sebuah kebahagian dari masyarakat Kecamatan Tambelan menyambut kedatangan rombongan Bupati Bintan dan rombongan, Kamis (19/4/2018) sore. Bupati Bintan Apri Sujadi bersama istri, Wakil Bupati Dalmasri Syam dan istri, disambut dengan pengalungan bunga dan tari pencak silat.

Bupati dan rombongan juga disuguhi acara tradisi Tambelan, seperti tarik tambang, dan juga penyerahan keris khas Tambelan. Hal itu sebagai bentuk dukungan terhadap kepemimpinan Bupati Apri Sujadi dan Wakilnya Dalmasri Syam.

Selama tiga hari melakukan kunjungan kerja di Tambelan, berbagai kegiatan digelar masyarakat yang didukung dengan berbagai fasilitas, yang disiapkan saat kedatangan orang nomor satu Bintan tersebut.

Termasuk listrik yang biasa hanya menyala 14 jam, namun kerena kunjungan Bupati dan rombongan bisa menyala 24 jam.

Dari banyaknya acara yang diikuti Bupati Bintan, terlihat jelas denyut nadi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat Tambelan. Salah satu yang terungkap ke permukaan, bahwa berbagai macam kebutuhan pokok masyarakat Tambelan ternyata sebagian besar didatangkan dari Kalimantan. Iya, Kalimantan.

Memang, tidak bisa dipungkiri jika jarak tempuh perjalanan laut lebih dekat ke Kalimantan daripada Bintan yang merupakan pusat pemerintah dari kecamatan berpenduduk lebih dari 1.000 kepala keluarga itu.

Untuk produk makanan, tidaklah susah mengetahui kalau yang berasal dari Kalimantan. Mulai dari air mineral, hingga kebutuhan dapur, seperti saos, kecap dan lainnya, memang tercantum merk dan asal produk pulau Borneo itu.

Tidak hanya itu, di alam yang terlihat masih alami tersebut, masyarakat tidak mau ketinggalan terutama di dunia pendidikan. Namun apa hendak dikata, sebuah kendala besar menghadang yakni kurangnya tenaga pengajar yang menjadi permasalahan yang sangat klasik dan masih belum ketemu solusinya. Walau ada rencana Pemkab Bintan akan menyekolahkan putra putri Tambelan sesuai dengan bidangnya dan nantinya akan ditempatkan di sana.

Di sisi lain, permasalahan lain yang belum terpecahkan oleh nelayan di sana adalah gangguan dari nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan Tambelan. Bahkan belum lama ini, hampir terjadi pertumpahan darah antara nelayan Tambelan dan nelayan asing.

Khusus masalah nelayan, jelas selain mereka berharap akan lebih sejahtera dan mandiri, tentu ini sebuah permasalahan yang harus adanya campur tangan pemerintah daerah dan pusat. Permasalahan pertama jelas dibutuhkan pengawasan keamanan laut dan istansi yang berwenang. Sehingga keamanan laut serta kenyamanan nelayan daerah ini, bisa lebih terjamin.

Permasalahan ketergantungan pada cukong atau tengkulak, juga terkesan sudah menjadi tradisi. Memang terlihat mereka (nelayan) bahagia, bahkan bisa menyekolahkan anak mereka hingga ke perguruan tinggi dan memang banyak yang berhasil.

Namun sejauh ini, mereka ternyata sangat berkeinginan lebih mandiri dan berpijak dikaki mereka sendiri. Keinginan ini, sampai saat ini belum terpecahkan, apakah pemkab Bintan ada solusinya !.

Bupati Bintan Apri Sujadi, tidak bisa menampik setelah merasakan denyut nadi ekonomi dan sosial masyarakat Tambelan, dengan adanya berbagai permasalahan yang membutuhkan pemecahan masalah, bagi nelayan dan masyarakat Tambelan. Mulai pendidikan, penerangan, hingga masalah nelayan yang ingin mandiri dan berpijak pada kaki mereka sendiri.

Menurutnya, memang sebuah pekerjaan besar untuk merubah pola pikir masyarakat, khususnya ketergantungan pada cukong atau tengkulak. Walau pun sejauh ini, para nelayan masih nyaman karena semua kebutuhan disiapkan oleh para cukong, namun mereka jelas terikat dengan hal tersebut, sehingga secara turun temurun tetap dibawah bayang-bayang para cukong.

Solusi tetap ada, kata Apri, namun membutuhkan waktu yang lama, mulai dari membuat program agar nelayan mandiri, hingga mereka memiliki kemampuan pengelolaan baik segi administrasi hingga kemampun berdiri sendiri dan mampu untuk mengembangkannya.

"Memang membutuhkan waktu yang sangat panjang, tapi pola tangkap dan jual yang dianut oleh nelayan, setidak pelan-pelan diarahkan, agar kedepan tidak hanya sebatas tangkap dan jual, namun bisa tangkap, olah baru dijual," ujar Apri.

Dari sisi keamanan laut, sejauh ini berbagai pola sudah dilakukan pemkan Bintan, termasuk menyampaikan permasalahan tersebut ke pemerintah provinsi Kepri dan pemerintah pusat.

"Semoga, keamanan laut Tambelan bisa menjadi aman dan nyaman, tanpa ada gangguan nelayan asing dan masyarakat bisa berdiri dikakinya sendiri, dalam kehidupan sosial dan mengembangkan ekonomi keluarganya," harapnya.

Semua hal tersebut, bisa tercapai apa bila ada peran serta pemerintah daerah dan pusat, dalam memberikan perhatian terhadap masyarakat yang berbatasan langsung dengan laut China Selatan tersebut.

Editor: Yudha