Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perpres TKA Tak Berpihak pada Pekerja Lokal dan Istimewakan Tenaga Kerja Asing
Oleh : Irawan
Sabtu | 21-04-2018 | 11:52 WIB
fadi_zon7.gif Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua DPR Fadli Zon

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyayangkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), yang ternyata tidak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.

Di tengah tren integrasi ekonomi dan kawasan, pemerintah seharusnya memberi perlindungan terhadap kepentingan tenaga kerja lokal dari gempuran tenaga kerja asing. Bukan malah sebaliknya.

"Tenaga kerja asing terbukti diistimewakan pemerintah," tuding Fadli Zon dalam rilisnya yang diterima wartawan, Sabtu (21/4/2018). "Kebijakan ini salah arah," katanya.

Padahal, sambung Fadli, Presiden Jokowi pernah menjanjikan ingin menciptakan 10 juta lapangan kerja bagi anak-anak bangsa. Namun, tiga tahun berkuasa pemerintah malah terus-menerus melakukan relaksasi aturan ketenagakerjaan bagi orang asing.

Menurutnya, melalui integrasi ekonomi ASEAN, serta berbagai ratifikasi kerja sama internasional lainnya, tanpa ada pelonggaran aturan sebenarnya arus tenaga kerja asing sudah merupakan sebuah keniscayaan.

"Nah, pada situasi ini yang sebenarnya kita butuhkan justru bagaimana melindungi tenaga kerja kita sendiri," ungkap Fadli.

Dia menambahkan, pasar tenaga lokal dibanjiri TKA. Bahkan, dibanding negara-negara ASEAN lainnya, tenaga kerja Indonesia adalah yang paling tidak protektif di negeri sendiri.

Ketika pasar produk dalam negeri diberikan secara murah kepada asing, kini bursa kerja di Tanah Air juga hendak diobral kepada asing. Data Kementerian Ketenaga kerjaan dan Transmigrasi (Kemenakertrans) per Maret 2018, ada sekitar 126 ribu TKA yang ada di Indonesia.

"Angka ini melonjak 69,85 persen dibandingkan angka jumlah TKA pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang. Sebelum ada Perpres Nomor 20 Tahun 2018 saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada Perpres ini," keluh politisi Partai Gerindra ini.

Data itu hanya menyangkut jumlah TKA yang legal. Mungkin data TKA ilegal yang masukke pasar kerja lokal bisa jauh dari itu jumlahnya.

"Di Sulawesi Tenggara, misalnya, di sebuah perusahaan nikel tahun lalu, ditemukan 742 TKA asal China yang bekerja di sana. 210 diantaranya tenaga kerja ilegal. Hampir 30 persennya ilegal. Menurut data resmi, TKA legaldan ilegal mayoritas memang berasal dari China," ungkap Fadli lebih jauh.

Perpres Nomor 20 Tahun 2018 ini, menurut Fadli sangat berbahaya. Sebelum adanya beleidbaru ini saja, pemerintah sudah kewalahan mengawasi TKA yang masuk, apalagi sesudah dibuka lebar-lebar. Sementara jumlah pengawas hanya 2.294 orang.

"Mereka harus mengawasi sekitar 216.547 perusahaan dan ratusan ribu tenaga kerja asing. Berarti satu pengawas harus mengawasi sekitar 94 perusahaan legal.Itu tidak mungkin dilakukan," katanya.

Apalagi, lanjut Wakil Ketua DPR Korpolkam itu, harus pula mengawasi TKA. Idealnya, seorang petugashanya mengawasi lima perusahaan. Dengan asumsi jumlah perusahaan dan TKA itu, setidaknya dibutuhkan 20-30 ribu pengawas.

"Pengawasan kita terhadap TKA juga semakin lemah, karena kini pengawasan ketenagakerjaan dipindahkan ke level provinsi, bukan dikabupaten/kota. Beleid ketenagakerjaan yang baru ini benar-benar tak punya kontrol," ujarnya.

Di sisi lain, sambung Fadli, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) memperlihatkan 1.599 kasus pada 2016 dan 2.345 kasus pada 2017. Ironis, di tengah tren PHK yang meningkat, pemerintah malah memberi keleluasaan aturan ketenagakerjaan bagi orang asing.

"Saya kira kebijakan-kebijakan tadi tak boleh dibiarkan tanpa koreksi. Itu semua harus segera dikoreksi. DPR sebenarnya pernah membentuk Panja Pengawas TKA. Tapi, rekomendasinya diabaikan," keluhnya.

Editor: Surya