Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kritis Membaca Berita Penyerangan Ulama
Oleh : Redaksi
Senin | 02-04-2018 | 16:27 WIB
penyerangan.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi penyerangan dan kekerasan. (Foto: Ist)

Oleh Sulaiman Rahmat

SETELAH kemarin publik dihebohkan dengan penyerangan tokoh agama yang terjadi pada KH. Umar Basri dan diduga pelakunya adalah seseorang yang menderita gangguan jiwa. Kemudian muncul pula kasus penyerangan lain terhadap HR Prawoto yang pelakunya juga diduga mengalami depresi serta gangguan jiwa.

Setelah kasus tersebut viral dan menggegerkan publik. Berbagai informasi di media sosial maupun pemberitaan media massa seolah berlomba-lomba untuk memberitakan hal tersebut. Hal ini tentunya membuah masyarakat semakin resah.

Melihat situasi ini, pemerintah tidak tinggal diam. Polri pun cepat tanggap dalam menyelidiki permasalahan yang terjadi. Setelah ditelusuri, banyaknya berita mengenai penyerangan tokoh agama, sebagian besar hanyalah hoax. Kasus-kasus tersebut sengaja diciptakan dengan motif tertentu.

Polri menegaskan bahwa kasus penyerangan terhadap tokoh agama di Jawa Barat, faktanya hanya ada dua kasus. Selebihnya hanyalah hoax. Kemudian di Jawa Timur juga ada 2 kasus serupa. Selain itu, hanya hoax belaka.

Menurut Wakapolri Komjen Pol Syarifuddin, dirinya telah mengerahkan jajarannya untuk menangani masalah ini. Perintah untuk meluruskan kasus tersebut juga datang dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Langkah Polri dalam menuntaskan kasus ini yakni dengan membentuk tim untuk melakukan penyelidikan.

Demi menciptakan rasa aman di masyarakat, Polri dan Intelijen terus berkoordinasi. Bahkan, Polri telah menerjunkan tim di 3 titik. Yakni, di area Jawa Barat, Jawa Timur dan Jogja. Tim ditempatkan di daerah ini karena kasus bermula dari 3 titik tersebut. Isu yang semakin viral tersebut tentunya harus segera diselesaikan sesegera mungkin.

Sebagian isu yang beredar di internet ternyata jauh dari fakta. Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, ada orang yang sengaja melemparkan isu tersebut ke publik untuk membuat panas situasi. Bahkan ada berita yang beredar, pemuka agama diserang, padahal setelah ditelusuri faktanya korban bukanlah pemuka agama melainkan petani yang dibunuh oleh tetangganya.

Sejauh ini, polisi telah berhasil mengamankan 7 dalang penyebar berita hoax. Seperti yang disampaikan oleh Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto, para penyebar hoax dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama bertugas untuk menviralkan berita hoax terkait pencuikan para ulama, guru ngaji atau pun muadzin. Sedangkan kelompok kedua akan menyebarkan ujaran kebencian terhadap tokoh agama.

Dari sekian banyak konten-konten hoax yang beredar di internet, polisi telah mengungkap 26 pelaku dibalik itu. Lebih jauh komjen Ari menjelaska bahwa 7 orang pelaku telah ditangkap di tempat berbeda. Pada 10 Februari 2018 polisi telah mengamankan pelaku yang berada di Garut dengan inisial GK dan YH. Di Jakarta pada 12 Februari seorang pelaku berinisal AA juga ditangkap. Menyusul kemudian penangkapan di Banten pada 19 Februari, polisi mengamankan pelaku berinisial YH.

Kemudian pada 21 Februari 2018 seorang pelaku berinisial WS ditangkap di Bandung, pelaku lainnya juga ditangkap di Bandung berinisial TY, dan WK. Ke tujuh orang tersebut akhirnya diamankan di rutan direktorat tindak pidana siber bareskrim polri. Komjen ari mengungkap fakta bahwa tujuan pelaku tersebut menyebar berita hoax tidak lain adalah memprovokasi masyarakat. Karena itulah masyarakat diminta tidak terprovokasi atas isu tersebut.

Isu ini juga bertujuan agar seolah-olah Indonesia sedang berada dalam konflik dan situasi bahaya. Adanya konten hoax yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tersebut tentunya sangat meresahkan. Karena itu masyarakat sebaiknya tidak mudah terpancing dengan berita-berita negatif yang banyak beredar. Jangan sampai kita juga turut andil dalam menyebarkan konten hoax. Teliti lebih dulu berita yang di dapat sebelum menshare ke banyak orang lainnya.

Memang pada awalnya terjadi penyerangan tokoh agama di daerah Bandung. Namun, faktanya tidak seperti apa yang beredar di internet. Berita tersebut telah semakin melenceng karena ditunggangi oleh berbagai kepentingan, khusuanya politik.

Polri telah menyelidiki isu tentang penyerangan tokoh agama beredar di 11 kota. Diantaranya: DKI Jakarta, Banten, Yogyakarta, Aceh, dan lain-lain. Isu seputar penyerangan terhadap tokoh agama paling banyak terjadi di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Polisi menduga bahwa berita tentang penyerangan terhadap tokoh agama yang kemudian digulirkan menjadi isu nasional yang mewabah di sejumlah daerah itu bertujuan untuk memanaskan situasi negara menjadi kacau. Konten-konten berlebihan tentang hal tersebut sengaja dipublikasikan untuk tujuan tertentu. Polri menghimbau agar masyarakat tidak terpengaruh akan isu tersebut dan justru bersama-sama mencari tahu siapa sutradara di balik ini semua.

Lebih jauh Polri menilai, setelah menangkap saracen, MCA, dan dan kelompok penyebar hoax, ada muatan unsur politik di dalamnya. Isu tentang penyerangan tokoh agama yang semakin digembar-gemborkan oleh para pelaku penyebar hoax ini bertujuan untuk memecah belah masyarakat. Kita semua tentu tahu bahwa isu tentang agama merupakan salah satu yang sensitif di negeri ini. Isu tentang penyerangan tersebut akan membuat banyak spekulasi di benak masyarakat.

Tujuan dari penyebar berita hoax tersebut adalah menciptakan konflik sosial. Hal ini juga dapat melemahkan stabilitas bangsa. Jika dibiarkan berlarut-larut dampak peristiwa ini akan menyebabkan masyarakat tidak percaya dengan kinerja pemerintah saat ini karena menganggap pemerintah tidak dapat menyelesaikan kasus tersebut hingga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut kepala Satuan Tugas Nusantara Irjen Gatot Eddy Pramono, terdapat 45 kasus tentang penyerangan terhadap pemuka agama, padahal ternyata hanya ada 3 yang terbukti kebenarannya. Berita hoax tersebut tentunya meresahkan bagi masyarakat awam.
Kemudian setelah ditelusuri, para pelaku penyebar hoax tersebut ternyata saling berkaitan dari mulai saracen hingga MCA. Isu dengan muatan unsur politis tersebut sengaja disebar jelang pilkada 2018.

Mengetahui fakta tersebut, tentunya sebagai masyarakat perlu lebih jeli lagi dalam mempercayai berita yang tersebar di internet. Jangan mudah percaya dengan berita yang memojokkan pihak tertentu apalagi berita yang jelas mengandung unsur kebencian kepada seseorang. Sebagai seseorang yang tinggal di negara demokrasi sepatutnya kita memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani kita. Bukan karena terprovikasi oleh pihak lain.

Perlu diketahui bahwa berita hoax tersebut seringnya disebarkan melalui sosial media. Mereka membentuk grup-grup dan mempublikasikan konten-konten hoax serta ujaran kebencian kepada kelompok atau pun tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemerintah tertentu. Karena itu berhati-hatiah ketika akan mengikuti sebuah grup di sosial media.

Pada dasarnya konten hoax yang sudah terpublish di internet memang sulit untuk dilakukan 100 persen. Namun kita bisa mencegahnya agar tidak meluas dengan selalu mencari kebenaran dari setiap peristiwa yang terjadi. Ketika ada sebuah hal yang salah dari berita, kalau bisa kita perlu membantu meluruskannya.

Jika tidak, minimal tidak menyebar luaskan berita yang salah tersebut karena akan berakibat fatal. Yuk, jadi bagian dari masyarakat yang bijak dalam menggunakan teknologi. Jaga perdamaian dan persatuan bangsa dengan selalu berpikir positif dimulai dari diri sendiri.*

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Lancang Kuning Pekanbaru