Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kekerasan Israel Tak Ganggu Aksi Perkemahan Palestina di Gaza
Oleh : Redaksi
Sabtu | 31-03-2018 | 17:52 WIB

BATAMTODAY.COM, Gaza - Sebagian lokasi tampak seperti medan perang, lokasi lain seperti layaknya tempat piknik massal ketika puluhan ribu warga berpawai di dekat perbatasan Israel. Pawai pada Jumat (30/3/2018) ini adalah hari pertama dari aksi demonstrasi yang direncanakan selama enam minggu.

Setidaknya 16 orang tewas, sementara 1.000 lebih luka-luka setelah pecah bentrokan. Ini menjadikan hari itu sebagai hari paling berdarah di konflik Israel-Palestina dalam beberapa tahun terakhir.

Setiap kali satu orang tertembak, puluhan warga Gaza bergerak membantu dan membawanya ke ambulans yang disediakan untuk mendapat perawatan. Setelah selesai, warga yang membantu itu kembali ke arena dan melempar batu ke arah tentara Israel atau hanya menonton.

Untuk kali pertama teknologi drone digunakan oleh Israel yang menerbangkannya di atas kerumunan demonstran dan menjatuhkan gas air mata. Para demonstran pun terbatuk-batuk. Saleh, 17 tahun, hampir tidak bernapas apalagi berbicara setelah menghirup gas air mata.

Tetapi, dengan mengenakan penutup kepala tradisional di wajahnya, dia terus melempar batu ke arah tentara Israel yang berada di luar jangkauan lemparannya itu.

Salah satu korban tewas adalah Mohammed Abu Amar, seniman kaligrafi Arab dengan kanvas pasir pantai. Dia artis terkenal di kawasan Gaza.

Unggahan terakhir di akun Facebook miliknya dia memajang foto tulisan "Saya akan kembali," yang merujuk pada keinginan pengungsi Palestina untuk pulang ke tanah yang ditinggal oleh leluhur mereka atau akibat perang yang terus berkecamuk setelah negara Israel didirikan pada 1948.

Militer Israel menuduh bahwa aksi protes ini digunakan sebagai tabir oleh militan untuk menerobos perbatasan atau melakukan serangan.

Israel bertekad untuk tidak membiarkan infiltrasi ke dalam wilayahnya dan mengerahkan penembak jitu sebelum aksi protes dimulai. Militer Israel menegaskan hanya bertindak keras jika diperlukan, dan menuduh Hamas bertanggung jawab atas kejadian ini.

Sementara itu, pihak Palestina menuduh tentara Israel mempergunakan kekerasan secara berlebihan.

Perkemahan

Ketika bentrokan di wilayah di dekat perbatasan terjadi, suasana berbeda, bahkan terkesan gembira, tercipta di lokasi yang terletak beberapa ratus meter.

Ribuan warga Palestina, termasuk keluarga dengan anak kecil, berkemah di tenda-tenda. Lokasi ini cukup jauh sehingga sebagian besar tidak terkena dampak gas air mata. Para seniman menampilkan tarian tradisional Palestina, dabkeh, atau menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.

Ratusan relawan membagikan makanan dan air minum, sementara pedagang menjual kopi, teh, falafel dan roti berisi hati sapi. Anak-anak terlihat menikmati kacang berbungkus gula.

Pemimpin Hamas Ismail Haniya, yang disebut sebagai teroris oleh Israel, Amerika Serikat dan sejumlah negara lain, bermain sepak bola dengan para pemuda.

Aksi protes pada Jumat (30/3/2018) ini diadakan untuk memperingati Hari Tanah, yaitu peringatan pembantaian enam demonstran Arab tak bersenjata di Israel pada 1976.

Bumi perkemahan ini akan didirikan selama enam minggu ke depan sebagai bagian dari upaya warga Palestina meningkatkan tekanan sebelum AS memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Keputusan AS ini sejalan dengan keputusan Presiden Donald Trump mengakui kota suci ini sebagai ibu kota negara Yahudi tersebut.

Pada 1948 keluarganya mengungsi dari desa Majdal, yang sekarang menjadi kota Ashkelon Israel, tidak jauh dari perbatasan dengan Gaza. "Saya merasa tenda-tenda ini sama dengan tenda putih yang didirikan untuk kami setelah mereka mengusir kami," ujarnya.

Dia memegang kunci rumah lamanya yang terletak di desa yang kini telah dihancurkan itu. Sementara warga Palestina terus berdatangan ke lima lokasi perkemahan yang terletak dengan perbatasan Israel ini hingga Jumat malam, dan aksi protes pun diperkirakan akan terus berlanjut.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani