Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merawat Toleransi Lewat Musyawarah
Oleh : Redaksi
Kamis | 29-03-2018 | 17:28 WIB
toleransi-2.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi indahnya toleransi beragama. (Foto: Ist)

Oleh Dodik Prasetyo

BELAKANGAN ini berita mengenai polemik pembangunan menara masjid Al-Aqsha masih hangat diperbincangkan. Hal ini karena pembangunannya menimbulkan protes dari PGGJ atau persekutuan gereja-gereja Jayapura. PGGJ memberikan persyaratan bahwa pembangunan tempat ibadah lain tidak boleh lebih tinggi dari gereja di sekitarnya. Mengenai hal tersebut, ada 8 poin yang diajukan oleh PGGJ.

Permasalahan ini akhirnya mencuat ke publik. Meluas dengan cepat dan menjadi konsumsi nasional. Ada banyak ragam pendapat menyikapi kasus tersebut. Tidak dipungkiri pula bahwa konflik dan adu pendapat pun mewarnai kolom komentar di bawah berita yang mengusung topik ini.

Permasalahan ini memang cukup sensitif apabila tidak segera diselesaikan. Karena itulah FKUB Atau Forum Komunikasi Umat Beragama membentuk sebuah tim untuk menyelesaikan polemik ini. Tim ini pun langsung dipimpin oleh Bupati Jayapura, yakni Mathius Awoitauw.

Tim ini beranggotakan perwakilan dari pihak PGGJ, FKUB, dan juga MUI serta beberapa tokoh lintas agama.
Fokus tim tersebut yang pertama kali yakni tetap melanjutkan pembagunan masjid Al-Aqsha. Menurut ketua MUI Papua Ustad Saiful Islam Al- Payage, bahwa keadaan di Papua baik-baik saja. Orang-oang di luar Papua saja yang menganggap polemik ini cukup genting. Padahal faktanya tidak seperti yang terjadi.

Ustad Payage juga telah berkoordinasi dengan pengurus MUI lainnya terkait permasalahan ini. Pada minggu siang mereka telah mendiskusikan permasalahan tersebut. Pada intinya dari muslim siap berdialog untuk menyelesaikan persoalan pembangunan masjid Al-Aqsha. Setelah pihak MUI berdiskusi bersama, baru nanti akan dilanjutkan diskusi dengan pihak lain agar permaslaahan bisa terselesaikan.

Ustad Payage juga meminta agar masyarakat tidak terpancing dan terprovokasi dengan adanya permasalahan ini. Jangan sampai persoalan ini menjadi perpecahan umat. Terkait persoalan ini memang banyak berita bermunculan, diantaranya ada yang memojokkan pihak-pihak tertentu. Sebagai pembaca, kita memang harus pintar menelaah bahan bacaan dan hanya memperolehnya dari sumber yang terpercaya.

Jika tadi, pendapat dari Ustad payage, Pendeta Robby perwakilan dari PGGJ mengungkapkan bahwa pihak PGGJ keberatan karena menara masjid Al-Aqsha akan dibangun lebih tinggi dari dua gereja di sekitarnya. Pihak PGGJ menginginkan adanya dialog untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Konflik yang terjadi yang menyertai pembagunan menara masjid Al-Aqsha terus bergulir. Banyak sekali opini publik yang bertebaran mengenai hal ini. Karenanya MUI meghimbau agar setiap pihak terkait melakukan dialog untuk mencari solusi mengenai pembagunan menara masjid Al-Aqsha.

Wakil ketua umum MUI, Jakarta, Zainut Tauhid Saadi mengungkapkan kasus tersebut sebaiknya dicarikan solusinya melalui musyawarah. Jika berlaut-larut akan mengancam pesatuan dan kesatuan NKRI. Sudah umum diketahui bahwa masalah SARA adalah permasalahan yang sensitif di negeri ini.

Jika masalah ini diselesaikan dengan emosional oleh salah satu pihak, malah akan memicu konflik lain yang lebih besar. Hal tersebut jelas akan merusak nila-nilai persaudaran bangsa yang selama ini dimiliki oleh bangsa Indonesia.

MUI pun menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika. Semboyan itu sudah melekat kuat untuk bangsa Indonesia. Perbedaan yang ada bukanlah sesuatu yang akan menjadikan perpecahan, tapi justru membuat Indonesia lebih lengkap dengan perbedaan yang ada.

Selama ini bangsa ini pun sudah dapat saling toleran terhadapa suku, kelompok, atau pun agama lain. Kita sudah lama saling berdampingan dan hidup secara damai dan rukun tanpa mempersoalkan perbedaan.

Karena itulah penting bagi kita untuk tidak ikut tersulut emosi terlebih dahulu dan terpancing dalam keramahan. Biarkan perwakilan dari masing-masing pihak berdialog untuk mencari titik temu dari masalah ini.

Hal senada juga dituturkan oleh Jannus Pangaribuan, Kepala Kanwil Kemenag Papua yang menghimbau agar masyarakat dapat menahan diri dalam menyikapi situasi ini. Selain itu, rakyat juga diminta berhati-hati dalam mendapatkan informasi terkait hal ini karena ada banyak juga kabar hoax yang menyertai berita mengenai polemik pembangunan menara masjid Al-Aqsha.

Tugas dalam menciptakan kerukunan di tanah Jayapura ini tentunya juga menjadi tanggung jawab yang besar bagi Gubernur Papua. Terlebih lagi, Lukas Enembe selaku gubernur Papua pernah mendapatkan anugerah tokoh kerukunan. Kita doakan saja semoga kasus ini dapat terselesaikan secara damai sehingga kerukunan dalam beragama selalu tercipta di bumi Indonesia.

Selain itu, pendapat juga datang dari kapolres Jayapura AKBP Victor Dean Mackbon. Beliau menyampaikan agar para tokoh bisa lebih bijaksana dalam berpendapat. Terlebih dahulu perlu mematuhi etika-etika yang berlaku sebelum menyampaikan aspirasi supaya tidak menimbulkan kegaduhan publik.

Berbicara soal polemik ini, tentunya menteri agama Lukman Hakim Saifuddin tentunya juga ikut menyampaikan pendapatnya. Beliau meminta agar kasus ini bisa diselesaikan dengan musyawarah. Selanjutnya Lukman mengataka bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan tokoh islam di Papua dan juga ketua umum PGI pusat serta ketua FKUB Papua untuk segera menyelesaikan persoalan ini.

Jika demikian, maka sebagai bagian dari rakyat Indonesia sepatutnya mendukung adanya dialog untuk bermusyawarah tersebut. Abaikan isu-isu yang berusaha menggunakan permasalahan ini untuk kepentingan-kepentingan lain yang dapat memecah belah NKRI.
Hal itu pula yang disampaikan oleh Ketua FKUB Kabupaten Jayapura, yakni pendeta Hosea Taudufu yang mengharapkan agar masyarakat bisa mendukung upaya pemerintah dalam menyelesaikan pemasalahan ini. Khususnya kepada masyarakat Jayapura yang tahu akar pemasalahanya, bisa mengerti situasi ini dengan baik dan tidak memperkeruh keadaan.

Sebenanya sebelum ini, di wilayah Jayapura toleransi telah terjaga dengan baik. Antara umat Islam dan Kristiani juga hidup rukun di wilayah ini. Sepeti yag dikatakan oleh ketua Takmir masjid Al-Aqsha yakni Nurdin Sanmas hubungan antar umat beragama berjalan harmonis.
Ketika jemaat gereja tengah merayakan hari besar keagamaan, halaman masjid Al-Aqsha terbuka untuk dijadikan tempat parkir. Bahkan kepala takmir dan wakilnya juga ikut bersama Polres Jayapura mengatur lalu lintas kendaraan jemaat geraja. Begitu pula sebaliknya, ketika umat Islam mengadakan acara, panitianya pun bisa dari jemaat gereja.

Untuk menciptakan kerukunan, sering pula digelar acara jalan sehat yang diikuti umat Islam maupun kristen. Start dimulai dari gereja dan finishnya di masjid Al-Aqsha. Lebih jauh Nurdin mengatakan bahwa umat Islam di Jayapura tidak begitu terpengaruh oleh tuntutan dari PPGJ.

Selain itu, pihak pengurus masjid Al-Aqsha juga memberikan pemahaman di waktu-waktu tertentu seperti setelah shalat lima waktu bahwa permasalahan akan diselesaikan dengan damai. Pembagunan masjid akan tetap dilakukan.

Berkaca dari peristiwa ini, bangsa Indonesia sebenarnya telah memiliki semboyan yang luar biasa yakni Bhineka Tunggal Ika. Tidak peduli seberapa pun berbeda, kita tetap adalah sebuah kesatuan. Adanya perbedaan memang terkadang menciptakan konflik. Tapi point pentingnya bukan konflik itu, tapi bagaimana kita bisa mencari solusi penyelesaiannya bersama.

Sebagai bangsa yang besar dengan keberagaman, sudah sepatutnya toleransi kita tumbuhkan. Agar tercipta perdamaian dan kerukunan di Indonesia tercinta ini.*

Penulis adalah Pengamat Sosial Politik