Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jihad Kemanusiaan Perangi Narkoba
Oleh : Redaksi
Kamis | 22-03-2018 | 17:14 WIB
lawan-narkoba.jpg Honda-Batam
Ilustrasi perang melawan narkoba. (Foto: Ist)

Oleh Heiriyan

BISNIS narkotika merupakan bisnis global. Modus operasinya melintasi tapal batas wilayah maupun ideologi suatu negara. Jaringan perdagangan narkotika pun tersebar luas di dunia internasional. Tentu, perdagangan narkotika internasional ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup generasi suatu negara.

Oleh karena itu, perkembangan aktivitas perdagangan narkotika ini menimbulkan tantangan bagi tiap negara karena membahayakan keamanan nasional, internasional, dan secara khusus bagi keamanan manusia (human security). Ancaman ini bahkan jauh lebih kompleks daripada berbagai persoalan yang muncul selama Perang Dingin.

Tak ada satu pun negara yang terbebas dari persoalan ini. Fenomenanya akan selalu ada, selama bisnis narkotika dapat memperoleh keuntungan yang berlipat ganda serta didukung bertambahnya jumlah pecandu narkotika dari tahun ke tahun. Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa jika demand (permintaan) suatu barang meningkat maka tentu supply (penawaran) pun akan meningkat.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia tak luput dari sasaran perdagangan narkotika ini. Bahkan, Indonesia sudah menyandang status darurat narkoba sejak 1971. Berbagai upaya dilakukan untuk memberantas sindikat barang haram ini. Alih-alih mampu diberantas, sebaliknya persoalan narkoba ini semakin meningkat dan berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan.

Berdasarkan laporan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), narkoba yang diamankan hanya 20 persen dari yang sudah beredar. Sehingga, hitung-hitungannya adalah jika ada 1 ton narkoba yang mampu ditangkap, berarti masih ada 4 ton lagi yang lolos.

Persoalan narkotika ini tentu bukanlah persoalan biasa. Kejahatan ini dapat digolongkan sebagai bentuk kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Ancaman bahaya narkotika dapat merusak masa depan manusia yang terjerat di dalamnya. Ancaman ini akan menghambat proses pembangunan sumber daya manusia karena melemahkan mentalitas bangsa, menurunkan harkat, martabat, dan derajat individunya.

Peredaran narkotika ini dilakukan secara terstruktur dan masif, bahkan seringkali jaringan ini didukung dengan teknologi yang canggih. Sehingga, menghadapi persoalan ini tentu tidak bisa mengandalkan segelintir orang saja. Semua warga Negara harus terlibat untuk ikut ambil bagian dalam upaya pemberantasan narkoba. Peningkatan kerawanan bisnis narkotika di Indonesia disebabkan oleh lemahnya berbagai pelaksanaan hukum dan legitimasi pemerintahan.

Oleh karena itu, pemberantasan perdagangan narkotika tetap tergantung pada konsistensi dan konsekuensi para aparatur penegak hukum, pejabat pemerintah, serta dukungan masyarakat. Sebagai lembaga yang dibentuk secara khusus oleh negara, Badan Narkotika Nasional dan Kepolisian Republik Indonesia harus menjadi garda terdepan dalam memerangi narkotika ini.

Ditengah kondisi bangsa yang sangat terancam dengan peredaran narkoba ini. Sangat miris sekali rasanya, jika ada oknum aparat keamanan atau pemerintah justru ikut terjebak dalam bisnis kejahatan kemanusiaan ini. Hal ini bahkan sudah menjadi rahasia umum. Bahwa peredaran narkoba banyak dikendalikan dari lapas-lapas. Meminjam istilah mantan ketua BNN, Budi Waseso, bahwa oknum yang ikut terlibat tersebut merupakan pengkhianat negara dan harus ditindak tegas.

Menurut Bambang Karsono, secara konsepsional, terdapat tiga instrumen utama yang bersifat preventif untuk melakukan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkoba; pertama, Suply reduction: yakni mempersempit ruang gerak produksi dan peredaran narkoba.

Kendala yang dihadapi saat ini adalah kolusi antara Bandar narkoba dan oknum dari aparat yang bertugas. Kedua, Deman reduction: mengurangi pasar (pengguna) narkoba, yang ditempuh melalui program rehabilitasi para pengguna. Intinya mengacu pada hukum pasar: jika permintaan berkurang pada akhirnya akan mengurangi suplai. Ketiga, Harm reduction: mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan narkoba, yang khusus difokuskan terhadap pengguna dan pecandu yakni dengan melakukan berbagai macam terapi.

Selain harus melakukan langkah preventif seperti diatas, setidaknya ada beberapa hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan guna memberantas narkoba. Pertama, perkuat lembaga hukum. Salah satu langkah kongkrit untuk memberantas peredaran narkoba adalah dengan cara memperkuat institusi hukum negara kita. Badan Narkotika Nasional (BNN) dan pihak kepolisian yang menjadi garda terdepan dalam memerangi narkoba ini harus didukung oleh suatu undang-undang yang kuat dan tegas.

Kedua, keberpihakan negara. Keberpihakan negara dalam hal ini adalah terkait tambahan anggaran untuk pemberantasan narkoba. Jumlah uang yang beredar dalam bisnis narkoba ini sangatlah besar. Setiap tahunnya angka minimum peredaran uang dari hasil bisnis narkoba ini mencapai 250 trilyun.

Bahkan pagu anggaran untuk Polri sebesar 95 Triliun secara keseluruhan pun masih kalah dibandingkan dengan angka minimum peredaran bisnis narkoba. Bahkan lembaga yang fokus terkait pemberantasan narkoba seperti BNN saja anggarannya hanya 1,3 triliun. Logikanya adalah bagaimana kita bisa memberantas kejahatan yang besar, jika perhatian dan keberpihakan yang diberikan negara sangat kecil.

Ketiga, kerjasama semua elemen masyarakat. Penting harus disadari bersama bahwa peredaran narkoba merupakan kejahatan yang sangat merugikan generasi manusia. Sesungguhnya, kita tak perlu menunggu jadi seorang ulama, seorang pendeta, seorang pejabat negara atau jabatan lainnya untuk bisa peduli terhadap bahaya narkoba, kita cukup menjadi manusia biasa saja. Karena narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan. Sehingga, perang terhadap narkoba sama artinya kita telah melakukan jihad untuk kemanusiaan. *

Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial