Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sekitar 50 Juta Pekerjaan di Indonesia Akan Hilang Akibat Disrupsi Ekonomi
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 09-02-2018 | 15:14 WIB
revolusi-digital1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi revolusi digital. (Foto: Pikiran Rakyat)

BATAMTODAY.COM, Denpasar - Disrupsi ekonomi atau perubahan cara dan fundamental bisnis, salah satunya akibat revolusi teknologi digital diperkirakan akan membawa dampak berupa hilangnya sekitar 45 juta hingga 50 juta pekerjaan di Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengutip hasil riset lembaga konsultan internasional, McKinsey.

Menurut Bambang, kondisi itu akan menghilangkan momentum pertumbuhan ekonomi yang berasal dari bonus demografi.

"Bonus demografi akan hilang oleh dirupsi ekonomi karena banyak pekerjaan yang hilang digantikan oleh robot dan artificial inteligent (kecerdasan buatan)," ujarnya dalam seminar yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, Selasa (6/2/2018).

Bambang menjelaskan, disrupsi ekonomi akan memunculkan kesenjangan baru akibat dari hilangnya pekerjaan. Dalam hal ini, orang-orang yang bekerja pada sektor yang tergantikan oleh teknologi akan menjadi kelompok yang sangat rentan.

"Memang ini mengecewakan. Namun, di sisi lain, economic disruption juga akan memunculkan peluang baru. Ada pekerjaan-pekerjaan baru yang tercipta dari kondisi ini. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah," ujarnya.

Terkait dengan kondisi ini, Bappenas perlu adanya upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia agar disruptive economy bisa menjadi momentum untuk meraih kesempatan baru.

Dalam kesempatan itu, President Director International Social Security Association Joachim Breuer mengatakan, economic disruptive juga akan berdampak kepada institusi dana pensiun. Dalam hal ini, disrupsi ekonomi membuat hubungan karyawan dan pemberi kerja tidak jelas.

Hadirnya pekerja-pekerja individual membuat lembaga dana pensiun seperti halnya BPJS Ketenagakerjaan perlu mendefinisikan status baru dari para pekerja tersebut.

"Karena itu, perlu didefinisikan ulang mengenai bagaimana seharusnya jaminan sosial untuk para pekerja ini," ujarnya.

Sumber: Kompas.com
Editor: Yudha