Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hakim di AS Dukung Penundaan Deportasi Umat Kristen Indonesia dari Amerika
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 19-01-2018 | 09:26 WIB
demo-imigran-indonesia.jpg Honda-Batam
Unjuk rasa Oktober 2017 lalu di depan gedung pemerintah federal AS di New Hampshire untuk mendukung sekitar 50 warga Indonesia yang akan dideportasi.(Sumber foto: REUTERS)

BATAMTODAY.COM, AS - Hakim di Amerika Serikat mempertimbangkan untuk memperpanjang penundaan deportasi sekitar 50 umat Kristen yang tinggal tanpa izin di New Hampshire.

Dalam sidang lanjutan di Boston, Hakim Patti Saris mengungkapkan bahwa ke-50 orang itu cemas akan dideportasi sebelum proses bandingnya selesai, dengan klaim mereka terancam persekusi jika kembali ke Indonesia.

Pihak berwenang AS menegaskan berhak untuk memulangkan mereka kapan saja, namun Hakim Saris punya pertimbangan lain.

"Kita tidak ingin mereka ditempatkan dalam kapal untuk pulang sampai terlihat jelas apakah memang situasinya amat buruk bagi mereka. Itu keprihatinan saya," tegasnya, seperti dilaporkan Boston Globe.

Terry Rombot, salah seorang warga Indonesia di New Hampshire, yang terancam deportasi.(Sumber foto: REUTERS)

Dia membandingkan nasib mereka dengan umat Yahudi yang melarikan dari Nazi, yang agaknya merujuk pada kasus 937 orang yang sebagian besar umat Yahudi yang tiba dengan kapal namun ditolak pemerintah AS pada tahun 1939. Belakangan banyak orang Yahudi tewas pada masa Holokos.

"Kita tidak akan menjadi negara seperti (masa) itu."

Namun Hakim Saris juga tidak mengeluarkan keputusan penundaan deportasi baru, yang sudah dikeluarkan pada September 2017 lalu.

Para pendatang Indonesia tersebut tinggal dan diizinkan bekerja di negara bagian New Hampshire berdasarkan kesepakatan tahun 2010 dengan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) dengan syarat menyerahkan paspor dan melapor ke petugas imigrasi secara reguler.

Namun di era Presiden Donald Trump yang memperketat imigrasi, keberadaan mereka dipermasalahkan karena meragukan klaim umat Kristen yang mengaku akan menghadapi kekerasan jika pulang ke Indonesia, yang mayoritas penduduknya bergama Islam.

Sebagian besar dari umat Kristen Indonesia tersebut tiba di Amerika Serikat pada akhir 1990-an hingga 2000-an menyusul kerusuhan etnis di Jakarta menjelang jatuhnya Presiden Suharto pada Mei 1998.

Mereka berusia sekitar 40-60 tahun dan banyak yang memiliki anak yang sudah mendapatkan kewarganegaraan Amerika Serikat. Tinggal di kawasan Seacost dan South Shore, mereka bekerja di berbagai bidang, dan menurut Boston Globe, ada yang menjadi pegawai adiministrasi maupun tukang memperbaiki truk.

Pengacara yang mewakili warga Indonesia itu, Ronaldo Rauseo-Ricupero, mengajukan alasan, mereka seharusnya mendapat waktu 90 hari untuk membuka kembali kasusnya setelah menerima dokumen banding administratif.

Sementara pengacara yang mewakili pemerintah Amerika Serikat tidak memberikan komentar saat sidang lanjutan Rabu (17/01).

Sekitar 50 warga Indonesia yang beragama Kristen tiba di AS pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, menyusul kerusuhan etnis di Indonesia tahun 1998.(Sumber foto: REUTERS)

Bulan Agustus 2017 lalu, pendatang asal Indoensia itu diharuskan untuk melapor ke pihak berwenang dalam waktu 30 hari dengan membawa tiket ke Indonesia, namun mereka mengajukan gugatan hukum karena tidak mendapat kesempatan memperkarakan perintah deportasi.

Pertimbangan Hakim Saris untuk memperpanjang penundaan deportasi itu disambut oleh Lee Gelernt, dari kelompok pegiat hak asasi American Civil Liberty Union (ACLU).

"Dia jelas memahamin masalahnya," jelas Gelernt, yang mendampingi para pendatang asal Indonesia itu.

Sumber: BBC
Editor: Udin