Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fadli Zon Ungkap 4 Keanehan Rencana Impor Beras 500 Ribu Ton dari Vietnam dan Thailand
Oleh : Irawan
Minggu | 14-01-2018 | 16:30 WIB
fadi_zon5.gif Honda-Batam
Plt Ketua DPR Fadli Zon

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebesar 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand pada akhir Januari 2018 ini, mendapat kritik dari Plt Ketua DPR Fadli Zon yang juga Ketua Umum DPN HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia).

Dalam keterangannya, Fadli menilai rencana tersebut hanya membuktikan kacaunya tata kelola pangan pemerintah, sekaligus menunjukkan rendahnya mutu data pangan yang selama ini mereka miliki.

"Saya melihat kebijakan impor beras ini sangat aneh. Pernyataan pemerintah tidak ada yang sinkron satu sama lain. Paling tidak ada empat keanehan yang saya catat, misalnya. Pertama, Kementerian Pertanian hingga saat ini masih klaim Januari 2018 ini kita mengalami surplus beras sebesar 329 ribu ton," ungkap Fadli.

"Dengan mengacu data BPS, Kementan menyatakan bahwa sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi kita sekitar 2,5 juta ton. Jika angka-angka ini benar, kita seharusnya memang surplus beras. Namun anehnya harga beras di pasar justru terus naik," tambahnya.

Kedua, kata Fadli, pemerintah menyebut bahwa kelangkaan beras terjadi pada golongan beras medium, yang selama ini dikonsumsi oleh kalangan menengah, namun izin impor yang diterbitkan Kementerian Perdagangan malah untuk beras premium.

"Ini kan tidak nyambung. Yang dianggap masalah adanya di mana, tapi penyelesaiannya entah ke mana," katanya.

Keanehan ketiga, menurutnya, adalah pemerintah berdalih impor beras bulan ini untuk menstabilkan harga beras, artinya untuk keperluan umum. Sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk Permendag No. 1/2018, yang disusun untuk melegitimasi impor beras ini, izin impor untuk keperluan umum hanya dapat dilakukan oleh Bulog. Namun, Menteri Perdagangan malah memberikan izinnya ke perusahaan lain.

Dan keanehan keempat, katanya, izin impor ini dikeluarkan pemerintah persis pada saat petani kita sedang menghadapi musim panen. Bagi saya, empat keanehan itu sudah lebih dari cukup membuktikan pemerintah selama ini memang tidak transparan dalam mengelola kebijakan pangan.

"Saya juga menilai bahwa yang membesar-besarkan kenaikan harga beras belakangan ini sebenarnya adalah pemerintah sendiri. Dan itu dipicu oleh aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang tak masuk akal. Saat keseimbangan harga di pasar beras berada di atas Rp9.000, pemerintah malah menetapkan HET beras medium, misalnya, di angka Rp9.450. kebijakan tersebut benar-benar sulit dinalar. Bahkan muncul kesan kebijakan HET itu seakan-akan merupakan prakondisi untuk melegitimasi impor beras awal tahun ini," katanya.

Sehingga jika harga beras naik, sementara di sisi lain pemerintah mengklaim produksi beras sebenarnya sedang surplus, maka yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melakukan operasi pasar, bukannya impor.

Impor beras di saat menjelang panen hanya akan menekan harga gabah petani. Harga gabah petani pasti anjlok. Jadi, kebijakan tersebut sebenarnya hanya menyakiti petani saja. Lagi pula, angka impor 500 ribu ton itu apa dasar perhitungannya.

"Jikapun stok beras kita memang minus, yang artinya pemerintah selama ini berbohong dengan klaim surplus beras, saya berharap agar setiap rencana impor, berapa jumlah yang perlu diimpor, dan kapan sebaiknya impor dilakukan, dikaji secara matang dan transparan dulu. Jadi tidak ujug-ujug muncul angka 500 ribu ton tanpa ada dasar alasannya," katanya

Hal penting lainnya, apabila diperlukan impor maka harus dengan kajian jumlah dan waktu yang sudah dikalkulasi matang, impor itu harus dilakukan oleh Bulog. Menteri Perdangangan jangan hanya cari untung dengan dalih stabilkan harga. Bulog juga tidak boleh ambil untung dari impor beras. Itu sebabnya proses impor oleh Bulog juga harus transparan dan diawasi ketat,"

"Kita tak ingin petani dihancurkan oleh impor beras. Kita juga harus mencegah impor beras ini semacam jalan perburuan rente," kata politisi Partai Gerindra ini.

Editor: Surya