Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menggugat Pernyataan Al Muzammil Yusuf dari Perspektif Dapil
Oleh : Redaksi
Selasa | 19-12-2017 | 16:38 WIB

Oleh: Erwin Syahputra SH)*

PERNYATAAN Ketua DPP Partai Keadilan Sosial (PKS) Al Muzammil Yusuf di media beberapa waktu lalu, yang menyatakan PKS kini lebih solid tanpa Fahri Hamzah dinilai sebagai peryataan yang tidak berdasar dan tidak pada tempatnya.

Pernyataan tersebut cenderung mendiskreditkan Fahri Hamzah, seakan Fahri menjadi sumber masalah yang mengganggu soliditas PKS. Kenyataannya sungguh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Al Muzammil. Apalagi jika dikaitkan dengan posisi Fahri di daerah pemilihan (dapil)-nya, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Fahri Hamzah telah mengalahkan PKS sebanyak dua kali ditingkat pengadilan negeri (PN Jakarta Selatan) dan pengadilan tinggi (PT DKI Jakarta), yang menolak banding DPP PKS. Koordinator Tim Pembela Keadilan dan Solidaritas (Tim PKS) Mujahid A Latief SH MH, menyampaikan hal itu, Kamis (14/12/2017). "Pengadilan Tinggi Jakarta telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 14 Desember 2016," urai Mujahid.

Dalam putusan provinsi (putusan sela) No 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.Sel tanggal 16 Mei 2016, menyatakan secara tegas bahwa pemberhentian Fahri Hamzah sebagai anggota PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR RI dalam keadaan status quo (tidak mempunyai kekuatan hukum/ tidak berlaku) sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap.

PKS juga diperintahkan untuk tidak melakukan perbuatan atau mengambil keputusan apapun terkait posisi atau jabatan Fahri Hamzah sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap. PKS diminta untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar sebagai bentuk sanksi inmateril dan menyatakan jabatan Fahri Hamzah sebagai wakil ketua DPR tidak bisa diganggu-gugat.

Keputusan tersebut, harusnya dimaknai PKS sebagai bentuk kesadaran atau kekhilafan terhadap kebijakan DPP PKS dibawa pimpinan Presiden PKS Sohibul Iman yang salah. Namun, PKS berdalih kebijakannya terhadap Fahri Hamah sudah benar, sehingga DPP PKS mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Padahal di NTB, Fahri Hamzah merupakan 'magnet atau lumbung suara' bagi dan sangat dicintai masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya Sumbawa. Sehingga banyak kader PKS, tidak hanya di NTB yang bertanya-tanya mengenai keputusan DPP PKS yang memecat Fahri Hamzah hingga kini. Keputusan pemecatan terhadap Fahri Hamzah dinilai bisa menggerus suara PKS di Pemilu 2019, tidak hanya di NTB, tapi juga secara nasional.

Perolehan suara yang dicapai Fahri Hamzah dalam tiga kali Pemilu di 8 kabupaten dan 2 kota di NTB, terus mengalami peningkatan yang signifikan. Perolehan suara Fahri pada tahun 2014 sebesar 125.083 suara, meningkat sebesar 18,67% dari suara tahun 2009 sebesar 105.412. Perolehan suara Fahri itu adalah senilai 49,27% dari total suara PKS di NTB tahun 2014 sebesar 253.870 suara. Tampak bahwa hampir setengah dari perolehan suara PKS di NTB disumbang oleh suara individual Fahri.

Total perolehan suara PKS di dapil NTB sendiri meningkat sebesar 96.279 suara atau 61,09% dari perolehan tahun 2009 sebesar 157.591 suara. Bahkan ketika dapil-dapil lainnya mengalami penurunan suara, yang berimbas pada turunnya perolehan kursi PKS tahun 2014, dapil NTB malah memberikan peningkatan jumlah suara.

Peningkatan suara yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa selama Fahri Hamzah berkiprah politik di dapil NTB, struktur partai tidak mengalami masalah apapun dengan Fahri. Dengan kata lain, soliditas struktur PKS di NTB tetap solid selama Fahri berkiprah menjadi wakil rakyat asal NTB hingga kini.

Namun, bukan berarti tidak ada perbedaan pendapat sama sekali antara Fahri dengan struktur PKS di NTB. Fahri mampu mengatasi perbedaan dan lebih mengutamakan keutuhan internal, membuat Fahri mampu bekerja dan berkinerja dengan seluruh jajaran struktur PKS di NTB. Jika pernyataan Al Muzammil bahwa Fahri adalah sumber kekisruhan internal, maka sudah pasti suara PKS akan mengalami penurunan di dapil Fahri sendiri.

Orang NTB pertama
Sepanjang sejarah NKRI, DPR RI periode 2014-2019 ini adalah kali pertama salah seorang pimpinan DPR berasal dari Nusa Tenggara Barat. Ini jelaslah menjadi sebuah kebanggaan bagi rakyat NTB. munculnya Fahri sebagai wakil ketua DPR adalah simbol eksistensi masyarakat NTB di tingkat nasional setelah sekian lama nama NTB 'hilang' dari percaturan politik nasional. Fahri Hamzah adalah simbol kemunculan NTB di kancah nasional.

Posisi Fahri Hamzah ini juga dimaknai melahirkan harapan yang lebih besar bagi masyarakat NTB untuk taraf kesejahteraan rakyatnya. Sebagaimana yang sering diungkapkan oleh Fahri sendiri, NTB adalah sebuah ironi. Sebuah provinsi yang memiliki salah satu tambang emas (Newmont) terbesar di Indonesia, ternyata memiliki peringkat IPM nomor 2 dari bawah.

Posisi strategis yang diemban oleh Fahri saat ini bisa dimanfaatkan oleh semua Pemda se NTB untuk mendapatkan tambahan dukungan dari pemerintah pusat. Fahri pun dalam setiap kesempatan bertemu dengan Bupati dan Walikota se NTB senantiasa menunjukkan atensinya yang sangat besar untuk kemajuan NTB. Pemecatan yang dilakukan oleh DPP PKS ini jelas telah membuyarkan harapan dari jutaan rakyat NTB itu.

Aktif temui konstituen
Fahri Hamzah tidak pernah melewatkan satupun masa reses tanpa kunjungan ke daerah pemilihannya. Setiap kunjungan itupun selalu dikordinasikan dengan struktur PKS baik di tingkat DPW ataupun DPD. Kegiatan yang dijalankan adalah usulan dari DPD-DPD. Sampai dengan akhir 2015, Fahri sudah menemui kembali seluruh DPD di NTB.

Fahri menghadiri semua kegiatan struktural, seperti muswil dan muskerwil. Namun karena daerah pemilihan NTB begitu luas, maka kunjungan reses dilakukan bergilir, antara pulau sumbawa dan pulau Lombok. Jika masa reses saat ini di pulau Lombok, maka reses berikutnya di pulau Sumbawa.

Kegiatan lainnya yang bertujuan merawat konstituen pun tak lupa dilakukan oleh Fahri. Pemberian THR setiap tahun, ucapan selamat Idul Fitri, dan bantuan sporadis kepada sejumlah fihak di NTB. Fahri Juga memberikan support bagi struktur yang mengadakan Musda dan Muskerda.

Tak jarang Fahri diundang hadir untuk rapat membahas berbagai isu aktual yang terkait dengan provinsi NTB bersama DPTW PKS NTB. Ini juga menunjukkan betapa kompak dan solidnya Fahri dan struktur PKS di dapilnya. Jauh dari kesan menjadi sumber kekisruhan sebagaimana disiratkan oleh pernyataan Al Muzammil Yusuf adalah tidak berdasar.

Dalam berbagai pertemuan dengan masyarakat, Fahri sering bertanya kepada konstituennya, "Selain saya, siapakah anggota DPR RI yang bapak/ibu kenal?". Maka masyarakat NTB yang hadir umumnya akan menjawab 2-3 nama, sudah termasuk di dalamnya nama Fahri sendiri. Padahal ada 10 anggota DPR RI dan 4 anggota DPD RI asal NTB.

Namun, eksistensi Fahri bukan hanya karena jabatannya yang super strategis saat ini. Tapi juga karena intensitas tampilan Fahri di Media Massa nasional. Gaya bicara Fahri yang lugas saat tampil acara-acara yang populer di stasiun TV swasta, sangat mewakili karakter masyarakat NTB, terutapa dari wilayah pulau Sumbawa.

Maka kehadirannya begitu terasa menonjol dan selalu dinantikan. Namun yang disaksikan dari Fahri bukan sekedar sikap dan 'gaya bicara' belaka. Logikanya mudah dicerna. Konten pembicaraannya dalam dan ilmiah. Dengan demikian, setiap Fahri bicara, maka masyarakat NTB akan merasakan bahwa ada seseorang yang berbicara atas nama kami, rakyat NTB.

Diterima tiga suku
Penduduk Asli NTB terdiri atas 3 suku besar. Suku Sasak mendiami keseluruhan pulau Lombok. Suku Samawa atau Sumbawa mendiami kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Suku Bima atau dalam dialek setempat disebut Mbojo yang mendiami Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu. Selebihnya dapat dikatakan sebagai suku pendatang seperti suku Bali dan Jawa.

Dari perolehan suara Fahri pada pemilu 2014 sebesar 127.083, sebesar 48.788 suara (39,00%) berasal dari daerah-daerah berpenduduk mayoritas suku Sasak. Sebesar 59.148 suara (47,29%) diraup dari daerah berpenduduk mayoritas suku Samawa. Dan sebanyak 17.147 suara (13,71%) disumbangkan oleh daerah dengan penduduk mayoritas Suku Bima.

Ini menunjukkan sebaran yang cukup merata di seluruh kabupaten dan kota se NTB. Juga merupakan penerimaan dari semua suku yang ada di NTB. Sekaligus juga merupakan wujud nyata bahwa Fahri adalah wakil NTB yang sangat representatif.

Dalam setiap pertemuan dengan masyarakat di Dapil NTB, dari berbagai macam suku yang hadir, audiens seringkali menyatakan apresiasi bahkan kekaguman dengan kiprah Fahri di DPR-RI. Pada saat melakukan kritik terhadapa KPK, gayanya yang tegas malah seringkali dianggap 'kurang keras' oleh sebagian konstituen. Pembelaannya terhadap mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishak dipresiasi sebagai sikap setia kawan dan pemberani.

Demikianlah, lugas dan kuat memegang prinsip adalah karakter masyarakat NTB secara umum. Perbedaan-perbedaan karakter seperti ini harusnya bisa di-manage dengan baik oleh DPP. Bukannya berujung pada pemecatan. Kendati begitu Fahri tetap memberikan perhatian secara khusus pada struktur PKS di NTB. Fahri menyadari sepenuhnya bahwa posisinya saat ini adalah wujud dari aktivitasnya di Partai.

Dalam suatu evaluasinya terhadap organisasi PKS di NTB misalnya, Fahri melihat bahwa program kaderisasi PKS di Kab. Sumbawa tidak berkembang sebagaimana kabupaten lainnya. Maka secara khusus Fahri memberikan bantuan untuk mengaktifkan program kaderisasi di Kabupaten kelahirannya itu. Permintaaan dana operasional untuk struktur juga diberikan secara berkala.

Permintaan dana rutin, hingga memfasilitasi kunjungan ke Jakarta jika ada kegiatan Partai skala Nasional. Tak ada yang bisa memungkiri kontribusi Fahri pada penyediaan kantor-kantor DPW dan DPD, kendaraan dinas, santunan bulanan pengurus, bantuan dana kampanye untuk Pemilu dan Pilkada.

Karena itu, bagi kaum intelektual NTB, Fahri juga bukan politisi sembarangan. Fahri selalu siap menghadiri setiap undangan diskusi yang di lakukan oleh lembaga-lembaga ilmiah ataupun LSM di NTB.

Suatu yang jarang dijumpai pada politisi lainnya. Bahkan Fahri tak segan menghadiri diskusi dengan sebuah Forum yang beranggotakan pimpinan LSM, wartawan dan tokoh-tokoh paling kritis di NTB.

Kondisi ini mendapatkan apresiasi. Apalagi Fahri juga seorang penulis yang cukup produktif. Dalam setiap periode jabatannya di DPR, Fahri selalu menghasilkan tulisan yang berbobot. Alih-alih menulis autobiografi, Fahri malah membahas hal-hal yang sangat filosofis dalam buku 'Negara, Pasar dan Rakyat', hingga solusi yang sangat aplikatif untuk menyelesaikan korupsi di Indonesia dalam buka "Demokrasi, Transisi, Korupsi".

Keberpihakannya pada kehidupan intelektual juga membuat Fahri turut menginisiasi pembangunan Perpustakaan DPR-RI, sebagai bagian dari Implementasi Reformasi Parlemen menuju Parlemen Modern. Namun sayangnya, sikap Fahri mendukung proyek intelektual ini dinilai oleh DPP PKS sebagai sebuah upaya 'pasang badan membela proyek-proyek DPR, termasuk membela mantan Ketua DPR Setya Novanto'. Entah kenapa, hal ini menjadi negatif bagi PKS

Padahal di DPR, Fahri Hamzah dikenal satu-satunya politisi bersih sehingga susah bagi pihak-pihak tertentu yang menjeratnya ke kasus hukum, apalagi kasus korupsi. Bagi masyarakat NTB, bahwa orang yang berteriak keras tentang moralitas, adalah orang-orang yang moralis. Apalagi jika terkait korupsi. Dalam hal ini, tak ada yang bisa berpura-pura. Jika ada yang mencoba melawan KPK sementara ia sendiri adalah orang yang terlibat korupsi, maka dengan mudah akan terbongkar kedoknya. Alat sadap KPK luar biasa canggihnya.

Tak ada yang bisa berlaku sok bersih. Yang bisa bicara tentang KPK hanya orang yang benar-benar bersih. Fahri adalah simbol kekuatan anti korupsi yang mengkritik lembaga anti korupsi. Tak hanya dari sisi kebersihannya dari korupsi, keharmonisan keluarga juga menjadi tolok ukur kuatnya moralitas.

Seorang tokoh asal Sumbawa mengatakan bahwa "Fahri ini tidak ada wajah suka main perempuan". Sebuah penyakit yang sering menghinggapi lelaki dewasa yang mapan. Kepercayaan konstituen pada Fahri semakin mengkristal, karena tidak ada kasus atau sekedar desas-desus tentang perbuatan yang amoral.

Hingga saat ini, jika Fahri kembali ke dapil sekaligus kampung halamannya, sambutan meriah masih selalu mengiringinya. Jika Al Muzammil Yusuf mengatakan bahwa PKS menjadi lebih solid tanpa Fahri Hamzah, maka sebenarnya di era Fahri masih belum dipecatpun PKS sudah solid. Tidak ada apa-apa. Entah mengapa Al Muzammil Yusuf menganggap Fahri sebagai batu sandungan.

PKS bisa memecat Fahri Hamzah dari seluruh jenjang keanggotannya. Ia tak lagi diakui sebagai bagian dari Partai yang ia lahirkan dan besarkan. Tapi tak ada yang bisa mengeluarkan Fahri dari hati konstituen yang mencintainya. Dukungan atas perjuangan Fahri mendapatkan kembali hak-haknya sebagai seorang wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat NTB, adalah sebuah keniscayaan. Sebuah ketetapan hati.

Penulis adalah Aktivis Masyarakat Peduli Nusa Tenggara Barat