Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Sebut Indonesia Sudah Darurat Korupsi, dan Bisa Sebabkan Kebangkrutan
Oleh : Irawan
Minggu | 17-12-2017 | 15:35 WIB
mahyudin_bontang.gif Honda-Batam
Wakil MPR RI Mahyudin saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar ke Majelis Taklim Nur Hasanah di Hotel Oaks Tree, Bontang, Kalimantan Timur,

BATAMTODAY.COM, Bontang - Wakil Ketua MPR Dr H Mahyudin ST, MM, mengisi hari libur dengan bersilaturahmi bersama Majelis Taklim Nur Hasanah di Hotel Oaks Tree, Bontang, Kalimantan Timur, Minggu (17/12/2017).

 

Dalam kesempatan itu Mahyudin menyampaikan dan memaparkan materi Sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) kepada lebih dari 400 ibu-ibu yang tergabung dalam majelis taklim.

Dalam paparannya, Mahyudin menyebutkan sejumlah tantangan kebangsaan yang dihadapi Indonesia sehingga mendorong MPR untuk mensosialisasikan Empat Pilar MPR. Tantangan kebangsaan itu di antaranya masih adanya pemahaman agama yang sempit, pengabaian kepentingan daerah dan timbulnya fanatisme kedaerahan, kurangnya penghargaan dan pemahaman atas kemajemukan.

Lalu tidak berjalannya penegakan hukum yang optimal, kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa. Dalam hal kurangnya keteladanan pemimpin dan tokoh bangsa, Mahyudin melihat banyaknya kasus korupsi yang menjerat pemimpin di semua tingkatan seperti kepala desa sampai gubernur, dan pimpinan lembaga negara.

"Banyak pejabat negara yang ditangkap karena kasus korupsi. Ketua DPR, DPD, ketua Mahkamah Konstitusi, Hakim Agung, termasuk juga ketua umum partai sudah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kita ini sedang darurat korupsi," ujarnya.

Maraknya korupsi di kalangan pejabat negara menunjukkan keteladanan pemimpin yang kurang. "Seharusnya pejabat negara itu membangun rakyatnya agar sejahtera bukan memperkaya diri sendiri akhirnya melakukan korupsi dan ditangkap KPK," katanya.

Pejabat dan penyelenggara negara, lanjut Mahyudin, semestinya mengemban misi untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

"Seharusnya pejabat negara mengemban misi dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 itu bukan untuk dihormati dan mencari kekayaan. Kalau ingin mencari kekayaan jangan jadi pejabat negara atau politikus. Jadilah pengusaha," imbuhnya.

Menurut Mahyudin, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak boleh tebang pilih. Siapa pun dia apakah pejabat tinggi, gubernur, ketua partai, kalau diduga melakukan korupsi harus diproses sesuai hukum.

Bagi Mahyudin, perilaku korupsi sangat berbahaya karena bisa membuat negara bangkrut. Dia memberi contoh VOC bangkrut karena korupsi. Karena itu VOC minta bantuan pemerintah Belanda maka masuklah (pemerintah) Belanda menjajah Indonesia.

Contoh lainnya adalah Venezuela. Negara di Amerika Latin ini marak korupsi dan memiliki utang yang sangat besar. Negara itu diambang kebangkrutan.

"Kalau kita tidak bisa memberantas korupsi dan utang kita sangat besar, kita juga bisa bangkrut. Karena itu pemberantasan korupsi tidak boleh tebang pilih. Biarpun teman atau kerabat kalau diduga korupsi harus diproses secara hukum," pungkasnya.

Editor: Surya