Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ketegasan Menteri Susi dan Berkah Nelayan Kecil di Natuna
Oleh : Redaksi
Sabtu | 16-12-2017 | 09:38 WIB
nelayan-natuna.jpg Honda-Batam
Kapal ikan asal Thailand dan Vietnam seringkali terlihat di Natuna untuk mengambil ikan. Ketika tak ada lagi, ikan pun kini melimpah untuk nelayan lokal. (CNN Indonesia/Bintoro Agung Sugiharto)

BATAMTODAY.COM, Natuna - Kepulauan Natuna adalah salah satu kawasan paling luar Indonesia yang relatif rentan terhadap pencurian ikan. Dengan potensi perikanan yang melimpah, kapal ikan dari negara tetangga bukanlah pemandangan asing di perairan Natuna.

Kapal-kapal dari Thailand dan Vietnam adalah contoh dua negara yang sering disaksikan oleh nelayan di Natuna. Bahkan dalam jarak 6-7 mil dari bibir pantai pulau utama Natuna, nelayan setempat kerap melihat kapal tersebut berlayar dengan bebas.

Wahab, salah seorang nelayan dari rukun nelayan Lubuk Lumbang, Kelurahan Bandarsyah, Kabupaten Natuna, bercerita keadaan mulai berubah ketika kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk meledakkan kapal ikan asing yang melintas tanpa izin di perairan Indonesia.

"Kapal asing sudah tidak ada lagi sekarang," kata Wahab.

Dengan perahu kecil berukuran 2 GT (gross ton), Wahab masih melaut secara tradisional. Berbekal alat pancing, ia bisa menangkap berbagai macam ikan seperti Kerapu, Angoli, dan Tongkol.

Semenjak kebijakan Susi berlaku, Wahab mengaku dampaknya langsung ia rasakan. Ketika kapal asing masih marak di sekitar perairan Natuna, jumlah ikan yang bisa ia tangkap tak sebanyak sekarang.

Pada 2014, Menteri Susi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 54 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI. Hal itu kemudian menyebabkan kapal asing yang diduga ramai mencuri ikan dari perairan Indonesia akhirnya menyetop operasinya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh nelayan lain bernama Agustian. Pria yang juga menjabat kepala koperasi nelayan mandiri di selat Lampa ini mencatat pendapatan kelompok nelayannya meningkat sejak kapal asing tak lagi berkeliaran bebas di Natuna.

"Pendapatannya jauh berkurang waktu ada kapal asing. Kita cuma bisa bawa 200 kilogram seminggu karena ikannya diambilin mereka semua," kata Agustian dengan dialek Melayu yang kental.

Jika dengan kapal 12 GT miliknya dulu ia cuma bisa menangkap 200 kilogram ikan, kini ia bisa memboyong 400 kg hingga 500 kg dalam kurun seminggu.

Kapal asing yang kerap mencuri ikan di Natuna biasa berukuran besar, jauh lebih masif ketimbang nelayan-nelayan lokal yang notabene masih tradisional menggunakan kapal kayu atau biasa mereka sebut pompong.

Tak Ramah Lingkungan

Masalahnya, kapal asing tersebut mencuri ikan menggunakan trawl hingga pukat harimau yang tak ramah lingkungan. Selain merusak ekosistem laut, alat tangkap tersebut juga menyedot bibit-bibit ikan.

Hanafi, nelayan asal Desa Pulau Tiga yang berjarak 30 menit dari pulau utama, mengamini hilangnya kapal asing di perairan Natuna jadi berkah bagi nelayan-nelayan lokal. Contoh yang ia berikan adalah melambungnya harga tangkapan gurita.

"Harga per kilogram gurita sekarang sampai Rp40.000 - Rp50.000, padahal dulu cuma sekitar Rp18.000 saja," ucapnya.

Bupati Kepulauan Natuna, Abdul Hamid Rizal, menuturkan bahwa kapal-kapal asing dari negara tetangga kini mulai segan untuk menerobos masuk ke perairan Natuna. Kondisi terbaru, kapal-kapal asing itu sekarang terpaksa hanya beroperasi di garis batas Zona Ekonomi Eksklusif.

Agar aman dari kapal perang Indonesia yang berpatroli perbatasan, kapal asing itu sekarang beroperasi dengan pengawalan ketat coast guard mereka.

"Untuk diketahui saja di Vietnam sudah memasang tiga titik kapal coast guard untuk mengawal kapal ikan dia. Bila tak ada kapal perang kita, dia masuk. Kalau ada kapal perang, dia ke luar. Tapi dia enggak berani jauh masuknya karena sewaktu-waktu kapal perang kita bisa datang," katanya penuh bangga.

Menariknya, tak sedikit nelayan lokal yang mengatakan kapal asing itu sudah seperti kawan di laut. Mereka kerap bertukar perbekalan ketika berpapasan di tengah laut.

Akan tetapi nelayan lokal sadar bahwa tangkapan ikan mereka lebih baik tanpa kehadiran kapal asing di perairan Natuna.

"Mereka yang tadinya baik sekarang kalau ketemu kita jadi ngejar-ngejar, seperti mau balas dendam," kata Wahab berkelakar.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Udin