Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Partai Golkar Ibarat Tank yang Kehilangan Peluru
Oleh : Redaksi
Selasa | 12-12-2017 | 09:50 WIB
Airlangga.jpg Honda-Batam
Kandidat Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (ketiga kiri) saat menerima dukungan dari beberapa pengurus DPD I Partai Golkar, Senin (11/12). Ia disebut sudah meraih dukungan dari 34 DPD I Partai Golkar. (Foto: ANTARA FOTO)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Partai Golkar disebut sedang membutuhkan sosok pemimpin generasi baru yang bisa mengubahnya menjadi partai kader, lebih demokratis, dan keputusan-keputusannya tak lagi terpusat pada elite. Ketiadaan figur segar ini membuat 'Beringin' seperti tak bergigi. Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) bisa jadi ajang untuk menjaringnya.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Iman Soleh mengatakan, Partai Golkar memang selalu berada di posisi lima besar dalam pemilu pasca-reformasi. Namun, masyarakat mulai berpikir ulang memilihnya. Begitupula politikus-politikus, yang berpikir dua kali untuk menjadikannya kendaraan politik di Pilkada atau Pemilu.

"Sekarang kuat, tapi dengan luka yang parah. Orang anggap Golkar (bak) tank yang kehilangan peluru. Untuk bertempur, orang mulai berpikir (ulang) pilih Golkar," ucap dia, Senin (11/12).

Semua ini tak lepas dari polemik Golkar saat ini. Yakni, kasus hukum Ketua Umum Partai Golkar non-aktif Setya Novanto dan perebutan kursi ketua umum lewat Munaslub. Sementara, tokoh-tokoh yang muncul tak mencerminkan kebutuhan publik kepada "darah segar".

Darah segar yang dimaksudkannya adalah sosok pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengembalikan fungsi kaderisasi, dan membenahi permasalahan yang kini membebani partai tanpa berorientasi pada kemenangan sesaat pada Pilkada 2008 dan Pemilu 2019.

"Mereka dilihat sebagai partai berjuang, melakukan kaderisasi yang riil, mengembalikan roh Golkar pada zaman dulu di masa kejayaannya," jelas Iman.

Dalam hal kaderisasi, Golkar dipandang lebih buruk dibandingkan partai politik lain seperti PDI-Perjuangan, PKS, dan Partai NasDem. Hal ini bisa dilihat dari kader-kader saat ini yang belum mencerminkan "darah segar" yang mampu melakukan perubahan signifikan.

Ia mengambil contoh, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Walau mendapatkan dukungan dari 'Istana' untuk maju di Munaslub sebagai kandidat ketua umum Partai Golkar, Airlangga belum bisa dikategorikan dalam golongan 'darah segar' atau golongan muda. Keunggulannya hanya karena ia berada di jajaran kabinet.

"Harus ada regenerasi di tubuh Golkar, karena sekarang ini masih orang-orang lama. Saya harap Munaslub bawa wajah dan energi baru," kata Iman.

Dalam hal pembenahan partai, Iman berharap, ketua umum pengganti Setnov mestinya tidak berorientasi mengejar hasil di Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019. Namun, pemimpin baru 'Beringin' selanjutnya mesti berpikir soal langkah untuk mengonsolidasikan organisasi demi mengembalikan citra partai yang kini sedang terpuruk.

Meski meragukan kemenangan sosok muda di Munaslub kelak, Iman menyebut "darah muda" itu bisa ditempatkan oleh ketua umum terpilih di posisi strategis di Dewan Pimpinan Pusat. Misalnya, Sekretaris Jenderal atau Ketua Badan Pemenangan Pemilu. Sosok itu akan menggarap pemulihan partai dan menyatukan kembali keretakan-keretakan akibat konflik sejauh ini. Jika hal itu dilakukan, Golkar memiliki peluang untuk kembali meraih kemenangan pada Pemilu 2024.

"Sayang partai sebesar Golkar hanya kejar kepentingan sesaat di 2018 dan 2019. Sebaiknya lima tahun ini, Golkar recovery dan konsolidasi organisasi, istilahnya tiarap dulu. (Pemilu) selanjutnya bisa meraih kemenangan yang besar," papar dia.

Terpisah, peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengingatkan agar Partai Golkar segera dikembalikan sebagai partai politik moderen yang membangun pilar demokrasi. Salah satu bentuknya, menghindari domonasi elite dalam pengambilan keputusan-keputusannya.

Pola oligarki semacam ini, lanjutnya, tampak dalam sejumlah keputusan partai. Salah satunya, pengunduran diri Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dari kursi Ketua DPR dan penunjukan Azis Syamsuddin sebagai penggantinya, belum lama ini.

"Persoalan yang terjadi di internal Partai Golkar dan adanya tindakan perseorangan Setya Novanto yang mengatasnamakan partai, dapat merusak soliditas kader dan menurunkan citra partai," kata dia, seperti dikutip dari Antara.

Menurut dia, Golkar harus lebih mengedepankan demokrasi. Caranya, keputusan partai harus didasarkan keputusan organisasi, bukan segelintir elite. Jika tidak, Partai Golkar dapat mengalami kerusakan soliditas kader yang berdampak pada menurunnya citra partai. Ujungnya, suara Partai Golkar pada pemilu 2019 dapat menurun hingga separuhnya dari perolehan suara pada Pemilu 2014, yakni 14 persen.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Udin