Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Dituding Telantarkan 8 Ribu Eks Pekerja Freeport
Oleh : Redaksi
Sabtu | 25-11-2017 | 20:03 WIB
buruh-PT-frefort.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Pekerja PT Freeport dan kontraktor saat menggelar aksi peringatan Hari Buruh Internasional di Timika, Papua. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kuasa hukum pekerja PT Freeport Indonesia yang dirumahkan (furlough) Haris Azhar menuding pemerintah telah menelantarkan sedikitnya 8 ribu pekerja perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Haris menyebut pemerintah tak serius merespons kasus pemecatan tersebut.

"Saya enggak dapat satu informasi bahwa orang-orang itu (pemerintah pusat) ke lapangan. Pemerintah membiarkan begitu saja, karena enggak ada duitnya nih orang-orang," kata Haris yang juga anggota Kantor Hukum dan HAM Lokataru saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (25/11).

Haris menyebut pemecatan sepihak yang dilakukan Freeport ini berawal dari kesepakatan mengubah status kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Haris menduga Freeport sengaja memecat karyawannya secara sepihak sebagai bentuk posisi tawar dengan pemerintah Indonesia.

"Ini kayaknya mereka dikorbankan, secara politik ya, ini mereka dikorbankan untuk tawar-menawar dengan pemerintah, antara perubahan kontak karya ke IUPK," tuturnya.

Menurut Haris, sampai saat ini nasib sekitar 8 ribu pekerja Freeport tak jelas. Ditambah lagi, perusahaan tambang emas itu telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia para pekerja yang dipecat sejak akhir Februari 2017.

Berbagai macam pelanggaran hak pekerja yang dilakukan Freeport, di antaranya hak mogok, kebebasan berserikat, hak atas perundingan bersama, kebebasan berpendapat, hak tenaga kerja dan jaminan hak atas kesehatan.

"Ada rangkaian berbagai pelanggaran hak asasi manusia, terutama hak para karyawan atau hak tenaga kerja yang dijamin berbagai peraturan perundang-undangan," ujarnya.

Haris menuding Freeport melakukan klaim sepihak tentang kondisi penurunan pendapatan sehingga harus melakukan pemecatan para pekerjanya, baik karyawan langsung maupun karyawan perusahaan kontraktor yang bekerja sama dengan PT Freeport.

Padahal, kata Haris, setelah pihaknya menelusuri soal klaim Freeport itu, tak ada kerugian signifikan yang dialami perusahaan yang berbasis di AS tersebut. Menurut Haris, yang disampaikan Freeport hanya omong kosong untuk menyerang para pekerjanya.

"Tidak pernah dibuktikan sedikit pun, satu titik pun di atas kertas mana pun tidak pernah ditunjukan pada kami kerugian-kerugiannya," kata dia.

Pemerintah Diduga Telantarkan 8 Ribu Pekerja Eks FreeportBerbagai macam pelanggaran hak pekerja diduga dilakukan PT Freeport Indonesia. (REUTERS/Beawiharta)
Lebih lanjut, Haris berkata, Lokataru akan mendesak pemerintah, baik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengambil sikap tegas terhadap Freeport yang menelantarkan ribuan pekerjanya.

"Sekarang pusat dong bertanggung jawab, mereka bilang ini kan gara-gara enggak dapat izin, sekarang pemerintah harus buka, benar nih karena enggak dapat izin," tuturnya.

Selain mendesak pemerintah, Haris menambahkan, pihaknya juga akan menyurati Organisasi Buruh Internasional (ILO) hingga anggota Senat AS untuk meminta dukungan terkait kasus pemecatan yang dilakukan PT Freeport.

"Kita akan banyak lakukan (advokasi), misalnya ke ILO, kita akan juga surati senat Amerika ya dan juga ada mekanisme lainnya yang kita pakai," ujarnya.

Untuk itu, Haris meminta Freeport segera mempekerjakan kembali karyawannya yang telah dipecat dan menjamin hak-hak mereka sebagai pekerja. Haris menilai masalah pemecatan karyawan Freeport ini harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat.

"Delapan ribu orang ini harus dikembalikan hak mereka, kembali bekerja, yang kedua hak-hak mereka, tunjangan dan lain-lain harus segara diberikan juga, ketiga mereka punya hak sebagai warga negara sebagai tenaga kerja itu dapat perlindungan dari negara, dari pemerintah," kata dia.

Sumber: CNN
Editor: Udin