Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Begini Perjuangan Warga Baloi Kolam Mempertahankan Hak Pada Negara
Oleh : Romi/CR-17
Jumat | 24-11-2017 | 16:37 WIB
Uba-Ingan1.gif Honda-Batam
Uba Ingan Sigalingging. (Foto: Romi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Permasalahan lahan di kawasan Baloi Kolam, Batam, Kepulauan Riau, hingga kini masih terus bergulir dan tampaknya masih belum menunjukkan jalan keluar.

Dimana lahan seluas 196,6 hektare yang saat ini sudah ditempati oleh ribuan warga ini, masih menjadi primadona bagi para investor, walau lahan tersebut sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung sejak tahun 1994 silam.

"Warga yang bermukim di Baloi Kolam, seperti warga negara yang tidak diakui oleh negara," ujar Anggota Komisi IV DPRD Batam Uba Inga Sigalingging, Jumat (24/11/2017).

Anggota DPRD Batam yang memulai karir politiknya dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat bernama Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) ini menceritakan, sejak 1990 warga tidak memiliki hak atas air dan listrik. Berangkat dari hal ini dan Sila Kelima Pancasila, ia menggunakan Gebrak untuk mengajukan pengadaan kios air bersih, dan akhirnya bisa terealisasi pada tahun 2006.

Adanya gerakan bersama masyarakat dari Baloi Kolam ini berbuntut dengan pengadaan kios air di beberapa kawasan ruli lainnya. "Namun, perjuangan warga guna meminta haknya ini tidak berhenti sampai di situ," ungkapnya.

Menceritakan bagaimana warga kembali berjuang meminta haknya atas listrik, sejak tahun 2009 dimana warga hanya dapat menikmati listrik dari genset, dan masing-masing warga hanya bisa menikmati daya listrik 1 ampere per harinya.

"Perjuangan bersama warga kita mulai dari surat pengajuan ke bright PLN Batam, DPRD Batam, Pemerintah Kota Batam, hingga ke Otorita Batam," paparnya.

Namun hal ini tidak berjalan mulus, dimana seluruh surat pengajuan tersebut tidak digubris sama sekali, hingga warga terpaksa melakukan aksi unjuk rasa selama kurang lebih setahun, hingga akhirnya warga bisa menikmati listrik pada tahun 2011.

Ia juga menceritakan, pada saat memperjuangkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia ini, ia sempat dipertanyakan oleh warga. "Untuk dapat perhatian warga, kami selalu memberikan edukasi hingga akhirnya warga paham pentingnya air dan listrik dari negara, dan tidak mengamnil keuntungan sama sekali," ujarnya.

Perjuangan warga Baloi Kolam sendiri, hingga saat ini masih belum berhenti dikarenakan pada tahun 2003, pihak Otorita Batam mengubah status lahan, dari kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan produksi dan dilanjutkan menjadi kawasan niaga.

Bahkan beberapa cara dilakukan oleh pihak investor untuk mengusir warga. Mulai pertengahan tahun 2016 lahan tersebut sempat dijadikan lahan latihan perang dalam kota. Hingga pada tanggal 4 November lalu, warga bentrok dengan petugas kepolisian diakarenakan kepentingan-kepentingan individu.

"Secara tidak resmi, saya pribadi sudah terikat janji dengan warga baloi kolam. Saya bisa duduk di DPRD ini berkat dukungan warga. Dan, saya tidak ingin mengkhiati itu," ungkap Uba.

Dimana, saat ini warga akan menggunakan Undang-Undang Agraria nomor 5 tahun 1960, dan Undang - Undang Kehutanan nomor 41. Karena warga sendiri telah menempati lahan tersebut, jauh sebelum pihak Otorita mengubah status lahan menjadi kawasan hutan lindung kota.

Kini warga sendiri meminta negara melalui instansi terkait, harus hadir guna memberikan penjelasan kepada warga. Dikarenakan secara tiba-tiba kini lahan yang tadinya kawasan hutan lindung kota ini. Secara tiba tiba beralih fungsi menjadi kawasan niaga, setelah adanya investor yang ingin menggunakan lahan.

"Hal ini menjadi pertanyaan, karena saat warga mengikuti seluruh prosedur untuk penempatan lahan, sejak tahun 1990 selalu mendapat penolakan dari Otorita," pungkasnya.

Editor: Yudha