Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Daging Babi di Indonesia Diimpor, Peternak di dalam Negeri 'Jadi Anak Haram'
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 24-11-2017 | 08:26 WIB
dasar-babi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Hak atas foto Reuters

BATAMTODAY.COM, Solo - Alex, seorang peternak babi di Solo, Jawa Tengah, hanya bisa tertawa getir ketika ditanya mengenai sokongan pemerintah terhadapnya.

"Dari dulu peternak babi, anak tiri. Bahkan, bukan anak tiri lagi, anak haram," cetusnya sembari tertawa.

Menurutnya, "tidak ada support sama sekali dari pemerintah" dalam wujud penyuluhan kesehatan hingga pengembangbiakan. Hal itu dirasanya jauh berbeda dengan peternak sapi.

"Untuk sapi ada Balai Inseminasi Buatan, BIB. Lalu mendatangkan bibit-bibit sapi yang unggul. Kalau untuk babi itu tidak boleh. Jadi, di Indonesia, terus terang dari segi genetika, dari segi manajemen pemeliharaan, itu sudah kalah jauh dari negara lain," papar Alex

Pria yang memelihara 2.000 ekor babi di peternakannya itu mengaku sulit mengekspor karena tidak terlalu banyak memiliki bibit unggul. Karena itu, menurutnya, dirinya hanya mampu bertahan tanpa mencoba meluaskan skala bisnis.

"Kita nggak usah muluk-muluk ekspor ya. Kita dengan bibit yang baik, ongkos produksinya lebih rendah," ujarnya.

Dengan kondisi seperti sekarang, bagaimana jika terjadi impor daging babi?

"Ada impor, lebih hancur lagi. Jika impor dikabulkan, saya siap-siap tutup saja."

Keran impor

Alex merupakan segelintir peternak babi di Indonesia yang bakal terdampak apabila keran impor daging babi dibuka besar-besaran di tengah upaya pemerintah Rusia untuk menjual berbagai komoditas, termasuk daging babi.

Upaya itu terungkap melalui perbincangan dengan perwakilan dagang Rusia.

Walau gagasan Menteri Pertanian Rusia Alexander Tkachev untuk menjual daging babi ke sejumlah negara, mencakup Indonesia, disambut dengan tawa oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, sebagaimana muncul dalam video yang viral Oktober lalu, toh ide itu bukan banyolan.

Data Trademap menunjukkan Indonesia telah mengimpor daging babi selama lima tahun terakhir.

Maria Mitsura dari Kementerian Pembangunan Ekonomi Rusia, yang menjadi salah satu perwakilan dagang Rusia ke Indonesia, mengaku telah mengajukan izin penjualan gandum, daging sapi, daging unggas, dan daging babi sejak Desember 2016.

Pengajuan terkini dilakukan pada Agustus lalu ke Kementerian Pertanian.

"Kami kini sedang menjalani prosedur untuk memulai ekspor daging Rusia ke Indonesia, seperti unggas, daging sapi, produk susu sapi, berbagai macam telur, termasuk daging babi," ujarnya.

Namun, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner di Kementerian Pertanian, Syamsul Maarif, menyatakan bahwa "tidak ada satu pun masuk pengajuan dari Rusia".

Secara terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, membantah bahwa Indonesia membuka keran impor daging babi.

"Nggak ada, nggak buka. Kita aja ekspor dari Pulau Bulan ke Singapura. Ekspor itu dari zaman dulu, dari zaman Pak Harto (mantan Presiden Indonesia)," cetusnya, pada Kamis (23/11).

Lepas dari bantahan tersebut, kenyataannya, data Trademap dari Pusat Perdagangan Internasional yang berbasis di Swiss menunjukkan Indonesia mengimpor daging babi dari luar negeri selama lima tahun terakhir.

Angkanya pun terus meningkat, walau jumlahnya tidak mencapai ribuan ton.

Mengapa impor?

Thomas Darmawan, kepala divisi makanan dan minuman di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), mengamini bahwa Indonesia selama ini mengekspor daging babi ke Singapura melalui Pulau Bulan, 2,5 kilometer arah barat daya Pulau Batam, Kepulauan Riau.

Adapun jumlah yang diekspor, menurutnya, memakan sebagian besar porsi produksi daging babi Indonesia.

"Peternakan babi terbesar Indonesia yang di Pulau Bulan kan hanya untuk mengurusi keperluan Singapura saja. Sekarang ini dengan adanya industrialisasi, banyak perusahaan penambangan dari Tiongkok, seperti di Morowali, di Kalimantan, itu kan ribuan tenaga kerja Tiongkok di situ. Mereka makanan utamanya babi. Itu yang diimpor," kata Thomas.

Peternakan babi di Indonesia, menurutnya, bisa memenuhi kebutuhan daging babi sebagian penduduk sekaligus mengekspor. Hanya saja, perlu para peternak babi memerlukan dukungan pemerintah.

"Selama 15 tahun terakhir ini, kelihatannya pengembangan peternakan babi tidak disentuh pemerintah. Mungkin karena masalah sosial, masalah keagamaan. Sehingga banyak peternakan-peternakan babi di sekitar kota besar tersingkir," jelas Thomas.

Padahal, jika ditangani dengan baik, ternak babi dapat memberi pemasukan lebih kepada negara.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan ekspor babi hidup ke Singapura pada Juli 2016 mencapai US$4,58 juta (Rp61,77 miliar), naik 11,61 persen, dibandingkan bulan Juni yang nilainya U$4,10 juta (Rp55,3 miliar).

Sumber: BBC
Editor: Udin