Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Posting Upacara Pemecatan/DO Siswa di Medsos

KPPAD Kepri Nilai SMK Penerbangan Batam Langgar Hak dan Perlindungan Anak
Oleh : Harjo
Rabu | 22-11-2017 | 12:02 WIB
eri-KPPAD-Kepri.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Eri Syahrial, Komisioner KPPAD Kepri. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Kepri angkat bicara terkait adanya postingan di media sosial yang terjadi di SMK Penerbangan Batam. Di mana, dalam postingan itu berlangsung upacara pemecatan/drop out (DO) kepada siswa, yang mengkin saja melakukan pelanggaran.

Komisioner KPPAD Kepri, Eri Syahrial mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan kejadian itu. Bahkan, ia berpendapat pihak sekolah telah melanggar hak dan perlindungan anak, yang ancamannya berupa pidana.

"Untuk menyelesaikan masalah ini KPPAD Kepri berharap bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. KPPAD siap memediasikan permasalahan ini, yaitu antara pihak orangtua anaknya yang di-DO dengan pihak sekolah. Mudah mudahan selesai dengan kesepakatan dan tidak terjadi lagi di dunia pendidikan di Kepri," ungkap Eri, Rabu (22/11/2017).

Kasus yang terjadi di SMK tersebut, dinilai telah melanggar beberapa hak anak dan kesalahan bila dilihat dari sisi perlindungan anak yang terjadi di dunia pendidikan.

Pertama, saat anak dipecat dari sekolah dengan status DO. "Mengeluarkan anak dari sekolah saja tidak bisa, apalagi di-DO. Dalam UU Perlindungan anak, Perda Perlindungan Anak dan perundang undangan lain disebutkmkan bahwa pihak sekolah harus mengupayakan semaksimal mungkin anak didik jangan sampai putus sekolah. Pihak sekolah dilarang mengeluarkan anak dari sekolah," kata Eri.

Bahkan ada pasal pidana bagi sekolah yang demikian. Kalau ada permintaan anak atau orangtua pindah sekolah karena tidak nyaman maka sekolah bisa mengeluarkan surat pindah sehingga hak pendidikan anak tersebut tetap terjamin.

"Tidak dikenal lagi istilah DO dalam dunia pendidikan bagi para pelajar dan anak," tegasnya.

Kedua, digelarnya upacara pemecatan dan pelepasan baju serta antribut sekolah di depan umum, tidak dibenarkan dan lebih fatal lagi diposting di media sosial.

Gaya seperti ini masih berbau militer dan sekolah militer atau kedinasan. Sementara SMK masih berada dalam naungan Kementerian Pendidikan dan di daerah di bawah pengawasan Disdik Provinsi.

Pemecatan dan pencopotan ini melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak, tidak etis dilakukan dan tidak sesuai dengan UU Sisdiknas. Pasalnya, bisa menyebabkan siswa jadi malu dan terpukul secara psikologis dan terancam masa depannya.

Ketiga, memposting upacara pemecatan dan DO tersebut ke media sosial sehingga memunculkan stigmatisasi dan labelisasi pada anak. Anak jadi trauma, kehilangan rasa percaya diri dan mengurung diri.

"Ini sudah dialami siswa itu sejak kejadian tersebut. Ia mengurung diri di rumah karena informasinya sudah menyebar kemana mana," tutupnya.

Editor: Gokli