Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Prihatin Masih Ada Daerah yang Alokasi Anggaran Pendidikannya di Bawah 20 Persen
Oleh : Irawan
Minggu | 19-11-2017 | 11:00 WIB
deding_ishak.gif Honda-Batam

PKP Developer

Anggota MPR RI Deding Ishak

BATAMTODAY.COM, Batu - Anggaran pendidikan menurut ketentuan UUD NRI Tahun 1945 mininal 20% dari APBN atau minimal 20% dari APBD. Nyatanya, anggota MPR Fraksi Partai Golkar Deding Ishak mengatakan, pernah menemukan bukti, ada daerah yang anggaran pendidikan jauh di bawah ketentuan, bahkan hanya 7% dari APBD.

"Ini sangat memprihatinkan, karena ini menunjukkan bahwa rendahnya visi kita terkait soal yang sangat fundamental untuk sebuah daerah yang ingin maju," kata Deding Ishak dalam rilis yang disampaikan Humas MPR RI.

Berbicara di depan 100 peserta Training of The Trainer Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode Pendidikan Bela Negara pada sesi tiga pemaparan materi di Sanghasari Resort, Kota Batu, Sabtu siang (18/11/2017), Deding saat itu memaparkan materi tentang:

"Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Salah satu hak dan kewajiban warga negara Indonesia itu adalah di bidang pendidikan," katanya.

Sebetulnya, menurut Deding, kita sangat potensial di bidang sumber daya alam, tapi kita tertinggal jauh karena tidak mampu mengolah sumber daya alam secara mandiri, dan terbatasnya sumber daya manusia akibat pendidikan yang rendah. Untuk mengejar ketertinggalan ini, menurut Deding, kita harus melakukan lompatan yang luar biasa.

"Maunya bukan 100%, tapi 1000%, dan itu penting untuk daerah," ungkap Deding dan menggambarkan betapa jauh tertinggalnya kita di bidang pendidikan.

Salah satu faktor utama penyebab kemiskinan adalah karena terlalu rendahnya pendidikan. Lain halnya, kalau ada pengetahuan, ada keterampilan, maka di daerah setempat akan muncul wirausaha baru, dan ada pelatihan maka dengan sendirinya kemiskinan akan turun. Jadi, kita harus menyiapkan masyarakat yang terdidik, masyarakat yang terlatih, dan tentunya masyarakat kelas menengah.

"Dalam kondisi demikian, kita tidak lagi memprioritas pendidikan untuk menjadi pekerja, melainkan untuk menjadikan masyarakat mandiri, masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan," katanya.

Untuk menuju kearah itu, tentunya, anggaran pendidikan harus betul-betul diperhatikan. Soal ada daerah yang menyediakan anggaran pendidikan di bawah 20%, menurut Deding, harus ada evaluasi. Evaluasi dari rakyatnya, evaluasi dari DPRD, dan dari pemerintah pusat yang dalam hal ini dari Kemendagri.

Kalau memang betul terjadi pelanggaran terhadap UUD NRI Tahun 1945, ya harus diberi sanksi, baik sanki moral mau pun sanksi politik. “Sanksi politiknya jangan dipilih lagi,” ujar Deding

Deding juga tidak ingin lagi mendengar anggaran pendidikan di daerah digunakan untuk membangun infrastruktur atau untuk lainnya. Soalnya, anggaran infrastruktur sudah dibantu oleh pusat.

Namun, Deding melihat ada juga kepala daerah yang menyediakan anggaran pendidikan jauh di atas 20%, dan bahkan mampu menyediakan bis sekolah untuk antar jemput anak sekolah.

Editor: Surya