Korupsi Dana Hibah UT Natuna Rp1,4 M

Diperiksa Sebagai Saksi, Enam Pejabat Natuna Saling Tuding dan Mengaku Tak Tahu
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 19-10-2017 | 19:52 WIB
sidang-pejabat-natuna.gif
6 saksi pejabat dan mantan pejabat Natuna saat diperiksa sebagai saksi korupsi dana hibah pendidikan dari APBD terhadap terdakwa M Yunus (Foto: Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sebanyak 6 pejabat dan mantan pejabat Kabupaten Natuna, saling tuding dan mengaku lupa, serta tidak tahu terkait pengucuran dan laporan pertanggungjawaban pemberiaan Rp1,4 miliar dana hibah APBD kepada terdakwa M Yunus, selaku Ketua Pelayanan Mahasiswa Universitas Terbuka (UT) Pokja Ranai, Natuna.

Hal itu dikatakan saksi mantan Bupati Natuna, Raja Amirudin, mantan Ketua DPRD Hadi Candra, Kepala DPPKAD Natuna Wahyu Nugroho, Plh Kadis Pendidikan Firdaus, Kasubdit Anggaran Setda Kabupaen Natuna Suryanto, serta Kasubag Keuangan DPPKAD Natuna Wansidokarya, dalam sidang lanjutan terdakwa M Yunus di PN Tipikor Tanjungpinang, Kamis (19/10/2017).

Sidang yang dipimpin Hakim Santonius Tambunan dengan anggota Suherman dan Irianti Khairul Ummah ini, diawali dengan pertanyaan, mekanisme pengalokasian anggaran dana hibah yang diterima terdakwa M Yunus dari APBD 2011 serta teknis pelaksanaan, penyerahan anggaran.

Ketua DPRD Natuna, Hadi Candra, yang diminta menjelaskan, saat itu mengatakan, sebelumnya alokasi dana Hibah APBD Natuna 2011 itu diajukan dan dibahas serta disahkan secara gelondongan di dalam APBD.

"Setelah disahkan di APBD, pihak pemerintah yang menyalurkan sesuai dengan proposal yang diajukan masyarakat," ujar Hadi Candra.

Mengenai pertanggungjawaban, mantan Ketua DPRD Natuna ini juga mengaku tidak pernah menerima dan diberitahu oleh Sekretariat Daerah serta Bupati.

Sementara, Bupati Natuna yang ditanya Majelis Hakim terkait dengan pengucuran dan pemberian dana Hibah kepada UPPJ-UT Ranai ini, membenarkan jika dana tersebut diberikan. Demikian juga penandatangan Nota Pemberiaan Hibah daerah (NPHD) yang ditandatangani.

"Tapi bagaimana bunyi NPHD serta SK kami pada saat itu, tidak ingat," jelas Amirullah yang dibantu Majelis Hakim, membacakan SK pemberian Hibah serta isi NPHD yang ditandatangani tersebut.

Ketika mendengar adanya kewajiban penerima hibah memberikan laporan atas hibah yang diterima, serta kewajiban pemerintah sebagai pemberi dalam mengevaluasi dan meminta Laporan Pertanggungjawaban penggunaan, Raja Amirulah secara terus terang mengatakan, jika hal itu tidak pernah dilakukan.

"SK dan NPHD benar saya menandatangani Pak Hakim, Tapi untuk Laporan Pertanggungjawaban dan penggunaan saya tidak tahu dan tidak pernah dilaporkan penerima," ujarnya.

Amirullah juga mengatakan, jika pada saat pelaksanaan APBD 2011, Pengguna Anggaran (PA) dana hibah saat itu adalah Kepala Dinas (DPPKAD) Kabupaten Natuna, yang saat itu dijabat Wahyu Nugroho.

"Mengenai evaluasi dan pemanfaatan dana hibah yang dibagikan..?" tanya Hakim, namun Raja Amirullah kembali mengaku kalau hal itu tidak dilakukan.



Karena menyebut Wahyu Nugroho sebagai DPPKAD adalah sebagai Pengguna Anggaran, selanjutnya Hakim kembali bertanya pada Wahyu Nugrogo, tentang pelaksanaan pencairan dan pertanggungjawabannya.

Dengan santai, mantan Kepala DPPKAD yang mengaku sebagai Kepala Dinas Kelautan ini mengatakan, kalau hal tersebut merupakan tanggung jawab si penerima hibah. Dan mengenai laporan penggunaan, juga dikatakan tidak pernah dilaporkan.

Atas jawaban mantan Kepala Dinas DPPKAD itu, Majelis Hakim sempat berang dan mengatakan, "jika sudah masalah seperti ini, semua pejabat saling tuding dan lepas tanggung jawab".

"Kami juga sangat heran dan bingung, mengapa sejumlah kasus yang disidang di Pengadilan itu, banyak yang menjerat pejabat Natuna dan Anambas. Apakah memang administrasi penggunaan dana APBD di Natuna dapat dilakukan sesuka hati," sebut Hakim Santonius bertanya.

Saksi lain, juga mengaku tidak menerima Laporan pertanggungjawaban dari penggunan dana hibah tersebut, dan hanya mengatur serta memverifikasi ketika proposal UPPJ-UT Natuna itu masuk.

Sebagaimana diketahui, terdakwa M Yunus sebagai Ketua Pusat Pelayanan Mahasiswa Universitas Terbuka (UT) Pokja Ranai Natuna, ditetapkan Kejaksaan Tinggi Kepri sebagai tersangka korupsi penggunaan dana hibah Rp1,1 miliar dari APBD 2011 Natuna ke Pokja UPPJ-UT Ranai Natuna.

Penetapan tersangka M Yunus ini, merupakan hasil tindak lanjut penyidikan dalam korupsi pemberian dana hibah APBD 2011 oleh Pemerintah Kabupaten Natuna kepada Ketua Pusat Pelayanan Mahasiswa Universitas Terbuka (UT) Pokja Ranai Natuna.

Dari fakta dan data penyidikan yang dilakukan, pada 21 Februari 2011, Ketua Pusat Pelayanan Mahasiswa Universitas Terbuka (UT) Pokja Ranai Natuna mengajukan proposal bantuan pendidikan sebesar Rp1,4 milliar. Dari ajuan tersebut, Pemerintah Kabupaten Natuna menyetujui Rp1,4 milar melalui NPHD Bupati pada 24 Februari 2011.

Dari pengucuran dana hibah APBD 2011 Natuna ini, ternyata penggunaan dana hibah yang diberikan tidak sesuai dengan proposal yang diajukan dan laporan pertanggungjawaban penggunaan hibah juga tidak ada, sehingga bertentangan dengan Permendagri 39 Tahun 2007 sebagaimana diubah dengan Permadagri nomor 13 tahun 2009, tentang tata cara dan mekanisme pengajuan, penggunaan dan pertanggungjawaban dana hibah.

Atas perbuatannya, tersangka M Yunus didakwa melanggar Pasal 2 jo Pasal 3 UU nomor 31 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Editor: Udin