Menengok Pengrajin Atap Daun di Kampung Semincut Lingga, Diwarisi Turun-temurun
Oleh : Nur Jali
Minggu | 14-01-2018 | 13:35 WIB
Ruginem_atap_daun.gif
Ruginem salah satu pembuat atap daun di Kampung Semincut (Foto: Nur Jali)

BATAMTODAY.COM, Lingga Utara - Kampung Semincut, Desa Sungai Besar, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, merupakan penghasil atap daun yang tetap bertahan ratusan tahun di tengah semakin majunya teknologi pembuatan atap rumah seiring perkembangan zaman.

Keterampilan pengrajin atap daun --umumnya menggunakan daun sagu-- ini terus lestari secara turun-temurun di tengah masyarakat Kampung Semincut, khususnya kaum perempuan.

"Hampir delapan puluh persen perempuan di sini membuat atap untuk dijual, dan ada juga untuk digunakan sendiri," kata Ruginem, salah satu warga asli Kampung Semincut, saat ditemui, Minggu (14/1/2018).

Ruginem mengaku dirinya membuat atap daun sudah sejak kecil. Keterampilannya berawal dari ibunya. Meskipun sekarang banyak rumah yang menggunakan atap modern, namun pemesanan atap daun, katanya, tetap banyak.

Pembuatan atap membutuhkan keterampilan khusus sehingga dalam sehari paling mampu membuat satu ikat atau sepuluh keping atap. Dan jika dipaksakan, katanya, bisa mencapai dua puluh keping untuk menganyam daun sagu menjadi atap.

Pemesan atap daun tersebut tidak hanya di seputar Kabupaten Lingga, namun ada juga yang dari luar. Bahan baku untuk pembuatan atap sangat mudah didapatkan di kampung Semincut dan perkampungan sekitarnya. Sehingga masyarakat tidak kesulitan mendapatkan bahan baku meskipun beberapa lahan di perkampungan tersebut mulai dilakukan pembangunan.

Bahan baku pembuat atap, antara lain daun sagu dari pohon sagu, kemudian bintit atau tali benang dari pelepah Sagu, mengkawang atau kayu yang digunakan dari ranting pohon atau bambu, dan sebagai pengikat digunakan rotan yang didapat dari hasil hutan wilayah tersebut.

"Harganya kalau yang beli orang kampung sekitar kita jual delapan ribu rupiah perikat (10 keping) kalau pembeli dari luar sepuluh ribu per ikat," ujarnya.

Mereka yang membeli atap daun sebagian besar digunakan untuk membuat rumah di pinggir pantai, karena atap tidak mudah rusak meskipun dihembus angin bahkan bisa sampai 4 sampai lima tahun atap daun tersebut masih bisa digunakan.

Warga lainnya, Heri, mengatakan, ia biasa membawa atap ke luar Lingga terkadang tidak saja dijual di wilayah Kabupaten Lingga. Namun beberapa pemesan ada juga yang berasal dari luar Kabupaten Lingga, seperti Batam hingga negeri Jiran Malaysia. Mereka yang dari luar membeli atap untuk memperindah tempat wisata.

"Saya pernah dapat pemesan dari Batam katanya mau dibawa ke Malaysia untuk resort," sebutnya.

Meskipun Bupati Lingga Alias Wello diawal pemerintahannya sudah membuka lahan persawahan di Desa Sungai besar yang tidak jauh dari lokasi perkampungan pembuat atap tersebut, namun masyarakat di kampung tersebut masih belum terbiasa dengan bersawah sehingga ibu-ibu di kampung tersebut sebagian besarnya adalah bekerja memproduksi atap dari daun pohon Sagu.

Editor: Surya