Pemerintah Pusat Dinilai PHP kepada Nelayan Budidaya Ikan di Anambas
Oleh : Fredy Silalahi
Jum'at | 15-04-2016 | 19:25 WIB
Bupati Anambas Abdul Haris,Asisten II Andy Agrial,Kadis DKP Yunizar,Staf peneliti DPR RI dan Pengusaha Budidaya Ikan Dodo,ketika meninjau keramba budidaya ikan.JPG
Bupati Anambas Abdul Haris,Asisten II Andy Agrial,Kadis DKP Yunizar,staf peneliti DPR RI dan Pengusaha Budidaya Ikan Dodo, ketika meninjau keramba budidaya ikan   (Foto: Fredy Silalahi)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Keberadaan Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto, tertanggal 1 Februari 2016, tentang penghapusan Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan berbendera Asing (SIKPI-A), tak kungjung menemui titik terang.


Akhir-akhir ini, diberitahukan penghapusan SIKPI-A tersebut telah dicabut. Nyatanya, pemerintah pusat diniali hingga hanya sebagai pemberi harapan palsu (PHP) kepada nelayan dan pengusaha budidaya ikan.


Salah satu pengusaha budidaya ikan, Dodo, mengatakan sikap pemerintah hanya mampu berjanji tanpa memiliki kajian yang pasti. Pemerintah pusat bahkan membuat peraturan yang meresahkan nelayan dan pengusaha budidaya ikan di Anambas.

"Pemerintah itu membuat peraturan yang mempersulit kami ini. Peraturannya ngambang semua, tidak ada yang jelas," keluhnya kepada staf Penelitian Keahlian Dewan Sekjen, Komisi IV DPR RI, Jumat
(15/04/2016).

Dodo menambahkan, pihaknya telah mengikuti peraturan yang dibuat oleh pemerintah tersebut. Pihaknya berusaha untuk mengirim hasil budidaya keluar negeri, namun dihambat oleh peraturan pemerintah. Baca: Akhirnya KKP Cabut Surat Penghentian SIKPI-A Khusus di Anambas

"Awalnya izin diberikan kepada kapal Hongkong, tetapi harus cek fisik ke Singapura dan ke Bali. Yang pasti mereka keberatan atas peraturan yang ruwet itu. Kami juga mencoba untuk mengirim hasil budidaya ke Hongkong, tetapi ada peraturan dengan kapasitas di atas 150 Gross Ton tidak diperbolehkan. Nah, kami harus bagaimana?" terangnya.

Dodo menjelaskan, pihaknya sangat kesulitan, sebab seluruh nelayan mengeluh. Dan pihaknya merasa iba kepada nelayan yang bersusah payah untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

"Nelayan ini sudah mengeluh semua kepada saya, bahwa mereka telah meminjam duit ke pihak bank untuk modal budidaya ikan dan setelah besar baru dijual kepada saya. Nah, kalau yang sekarang ini juga tidak bisa dijual, untuk apa saya tetap membeli hasil mereka. Namun saya kasihan, kehidupan mereka seperti itu. Semestinya pemerintah memperhatikan kami masyarakat kecil yang tinggal di perbatasan ini, dan jangan menyusahkan kami," jelasnya.

Sementara, salah satu staf Penelitian Keahlian Dewan Sekjen Komisi IV DPR RI, Heryadi, mengatakan Pemerintah dilarang membuat peraturan yang menentang Undang-undang. Pihaknya juga telah banyak menerima keluhan dari asosiasi nelayan Pantura. Dan pihaknya ingin meneliti semua keluhan yang ada pada masyarakat.

"Itu sudah jelas tertera pada Undang-undang pemerintahan. Sebaiknya Pemerintah perlu pendekatan kepada masyarakat dan membuat kajian sebelum membuat kebijakan. Pemerintah ada untuk menyejahterakan masyarakat, namun nyatanya tugas mereka mempersulit masyarakat. Setelah penelitian ini, kita akan bahas dengan DPR RI untuk mencarikan solusinya," tegasnya.

Editor: Udin